Baghdad, aktual.com – Mantan perdana menteri Irak pada Sabtu (8/12) menolak untuk mengubah daftar Kabinet yang disiapkannya, kendati ada tuntutan dari penengah kekuasaan dari kubu Syiah, Muqtada As-Sadr.

Tindakan Nouri Al-Maliki itu berarti menciptakan perintang baru di hadapan upaya untuk membentuk pemerintah, delapan bulan setelah pemilihan umum.

Lembaga Koalisi Hukum menolak seruan “untuk mengganti Falih Fayyad dan beberapa calon lain untuk Kabinet baru”, kata Al-Maliki dalam satu taklimat di Ibu Kota Irak, Baghdad.

Ia mengatakan bahwa mengganti Fayyad akan beresiko bagi kestabilan di Irak sebab tindakan itu menciptakan persepsi bahwa Koalisi Sairoon, pimpinan As-Sadr, berusaha menekan Parlemen dan pemerintah.

Fayyad, mantan penasehat keamanan Perdana Menteri Haidar Al-Abadi, dicalonkan secara tidak langsung oleh blok Al-Binaa di bawah milisi Hashd Ash-Shaabi sebagai menteri dalam negeri, kata Kantor Berita Anadolu –yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad siang. Namun, ia menghadapi penolakan keras dari Koalisi Sairoon –yang memboikot pemungutan suara pada Kamis mengenai Kabinet di Parlemen.

Pada November, Abdul-Mahdi –seorang politikus independen– diberi lampu hijau oleh Parlemen untuk menyusun pemerintah.

Namun sejak itu, hanya 14 dari 22 menteri Kabinet yang diusulkan oleh perdana menteri tersebut telah dikonfirmasi di Parlemen, dan delapan sisa portofolio –termasuk pos penting pertahanan dan dalam negeri– masih kosong.

Banyak pengamat yang dekat dengan proses pembentukan pemerintah menyatakan penundaan itu terjadi akibat perbedaan pendapat antara kelompok politik Syiah dan Sunni di negeri tersebut.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang