FILE - This Sept. 28, 2001, file photo of Muslim Uighur men emerging from the Id Kah mosque after prayers, in Kashgar, in China's western Xinjiang province Friday, Sept. 28, 2001. This weekend's bloody riot in China's Muslim far west carries disturbing reminders of anti-Chinese violence in another troubled region -- Tibet -- and shows how heavy-handed rule and radical resistance are pushing unrest to new heights. The clash between ethnic Muslim Uighurs and China's Han majority in Xinjiang that left at least 140 dead signaled a new phase in a region used to seeing bombings and assassinations by militant separatists but few mass protests. (AP Photo/Greg Baker,file)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah China dinilai cenderung menutup-nutupi penindasan terhadap etnis minoritas Uighur yang banyak menetap di Provinsi Xinjiang.

Sikap Beijing ini pun disesalkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Padahal, persoalan Uighur ini diduga melanggar hak asasi manusia (HAM).

“MUI menyesalkan adanya informasi tentang tindakan sewenang-wenang pihak pemerintah China terhadap Muslim Uighur,” kata Ketua MUI Pusat Abdullah Jaidi di Jakarta, Jumat (21/12).

Dia menambahkan hingga kini China tidak memberikan klarifikasi soal dugaan tindakan represif terhadap Uighur. China menuding etnis Uighur melakukan tindakan separatis.

Laporan menyebutkan China melakukan tindakan represif terhadap etnis Uighur karena dianggap melakukan aksi separatis. Tetapi, Abdullah menyayangkan China yang tidak memberi keterangan jelas soal kebijakannya bagi Uighur.

“Uighur ini infonya melawan pemerintah, yang disayangkan China tidak klarifikasi secara jelas kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia. Tidak ada kejelasan itu maka berbagai pihak menyampaikan kondisi riil yang memicu kepedulian Muslim di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia,” jelas dia.

Menurut dia, dari sejumlah laporan lembaga internasional kebebasan beragama Uighur juga dibatasi China. Tindakan tersebut bertentangan dengan HAM.

Dia mengatakan “International Convenant on Social and Political Rights” menegaskan kebebasan beragama adalah hak dasar bagi segenap manusia.

“Muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk di provinsi Xinjiang memiliki kebebasan yang mesti dijamin negara untuk menjalankan ajaran agamanya,” terang dia.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan