Taiz, Aktual.com – Warga Yaman hanya mengharapkan perdamaian dan kembali hidup normal usai ditandatanganinya gencatan senjata oleh pemerintah Yaman dan gerilyawan Al-Houthi.

Konflik antara Yaman dengan gerilyawan Al-Houthi telah memporakporandakan sejumlah wilayah Yaman, termasuk Kota Taiz yang notabene merupakan kota terbesar ketiga di negara tersebut, setelah Sana’a dan Aden.

Wartawan Kantor Berita Anadolu mengunjungi Kabupaten Jahmaliyyah di Taiz, yang rusak parah akibat bentrokan belum lama ini antara kedua pihak yang berperang di bagian barat-daya Yaman.

Bangunan di berbagai daerah yang dulu dikuasai oleh kelompok teror Da’esh, kini telah berubah menjadi puing, sementara kebanyakan warga telah menyelamatkan diri dari daerah itu.

Keperluan dasar, termasuk air dan listrik, sangat kekurangan, sementara anak-anak tak memiliki akses ke pendidikan.

Warga Jahmaliyyah, Rivad Abdullah Abdulhamid, mengatakan ia, bersama dengan tujuh anggota keluarganya, telah tinggal di permukiman tersebut sangat lama.

Meskipun tergolong daerah miskin, namun menurut Abdulhamid, daerah ini termasuk yang stabil sebelum perang.

Semua warga, kata Abdulhamid, telah memikul akibat dari krisis di Yaman, termasuk kekurangan pangan parah.

“Dengan meletusnya perang, permukiman kami sangat terpengaruh,” kata Abdulhamid, sebagaimana dilansir dari Antara, Senin (24/12) malam.

Ia mengatakan, pasokan listrik dan air terputus ke daerahnya telah terputus. Tak hanya itu, bahkan sistem saluran dan prasarana pun ambruk akibat ledakan dari bawah tanah.

“Sebagian besar warga dipaksa pergi, sebab permukiman itu telah menjadi ajang pertempuran,” ia menambahkan.

“Kami pulang pada 2016, setelah Jahmaliyyah dibebaskan (dari gerilyawan Al-Houthi).”

Tapi bentrokan kadangkala masih berkecamuk, kata Abdulhamid, sekalipun pasukan pemerintah telah menguasai daerah tersebut.

“Kami menyaksikan sebanyak 70 pemboman per hari, yang dilancarkan oleh anggota Al-Houthi dan Da’esh,” ia mengenang. “Da’esh berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa Jahmaliyyah sepenuhnya berada di bawah kendalinya.”

Pada saat itu, lanjut Abdulhamid, gerilyawan Al-Houthin menggunakan kampungnya sebagai markas.

“Anggota Al-Houthi, yang melepaskan tembakan secara membabi-buta pada satu keadaan berusaha mengusir anggota Da’esh dari daerah ini.”

Abdulhamid terus mendesak Bulan Sabit Merah Turki agar terus mengirim bantuan kemanusiaan buat rakyat Yaman, yang, katanya, memiliki ikatan sangat dalam dengan rakyat Turki sejak Dinasti Usmaniyah (Ottoman).

Sementara itu, seorang warga lain Jahmaliyyah, Mohamed Al-Amiri, yang menderita luka tembak di kepalanya pada awal tahun ini, selama salah satu bentrokan, berterima kasih kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan rakyat Turki atas kemurahan hati mereka yang berlanjut.

Yaman telah dirongrong konflik sejak 2014, ketika gerilyawan Syiah Al-houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri tersebut, termasuk Ibu Kotanya, Sana’a, sehingga memaksa pemerintah untuk sementara berpusat di Kota Aden.

Tahun berikutnya, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar di Yaman dengan tujuan merebut kembali wilayah yang dikuasai Al-houthi atas nama pemerintah pro-Arab Saudi di negeri itu.

Operasi tersebut telah memporak-porandakan sebagian besar prasarana dasar di Yaman, termasuk sistem kebersihan dan kesehatan, sehingga PBB menggambarkan situasi itu sebagai “salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada jaman modern”.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan