Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi. DOK/IST

Bandarlampung, Aktual.com – Aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda dilaporkan meningkat pada beberapa hari ini.

Hal ini memicu kebimbangan warga yang berdomisili di dua pulau yang dekat dengan gunung tersebut, yakni Pulau Sebesi dan Sebuku, Lampung.

Warga di dua pulau ini pun memilih untuk mengungsi guna mengantisipasi bencana yang bisa datang setiap waktu.

Salah seorang warga Pulau Sebesi, Sulaiman (63 tahun) mengungkapkan, suara letusan pada Gunung Agung Krakatau terjadi terus menerus bahkan setiap menit dengan dibarengi adanya suara petir.

“Suara letusan GAK itu, pokoknya terus menerus mas dan suaranya sangat keras sekali terdengarnya dari tempat tinggal saya,” ujarnya, usai dievakuasi oleh Tim SAR gabungan di Dermaga Canti, Selasa (25/12).

Tsunami, kata Sulaiman, telah menghancurkan rumah miliknya. Meskipun selamat, ia dan keluarganya memutuskan untuk mengungsi ke dataran yang lebih tinggi bersama warga Pulau Sebesi lainnya.

Ia menyebut sebagian besar warga di wilayahnya selamat meski banyak rumah yang hancur. Namun, ada dua korban meninggal dunia.

“Ya ada korban yang meninggal dunia, kalau yang saya dengar dari warga katanya dua orang. Satu korban yang meninggal itu masih anak-anak umur sekitar 5 tahun. Tapi sudah ketemu apa belum, saya tidak tahu persis,” terangnya.

Sebelumnya, ia mengaku khawatir jika tak dapat menyelamatkan diri ke dataran yang lebih tinggi lantaran dekatnya Pulau Sebesi dengan Gunung Anak Krakatau.

Ia menambahkan, usai tsunami Selat Sunda, aktivitas Gunung Anak Krakatau berbeda dari biasanya. Bahkan dalam beberapa hari belakangan, intensitas letusan yang terjadi hampir setiap menit membuat Gunung Anak Krakatau menjadi lebih menakutkan.

“Jadi sudah suara gemuruhnya kuat, ditambah lagi petir terus menggelegar. Anehnya, petir itu menghantam tepat diatas Gunung Anak Krakatau seperti najap gitu, setelah itu barulah Gunung Anak Krakatau itu meledak mengeluarkan larva,” ungkapnya.

Hal senada pun dikatakan oleh warga Pulau Sebesi yang lain, Nurmelis (43). Sama dengan Sulaeman, Nurmelis dan suaminya termasuk dari warga selamat yang berhasil dievakuasi oleh tim SAR Gabungan.

Ia mengatakan, keluarganya telah memutuskan untuk menyelematkan diri menuju ke dataran yang lebih tinggi saat tsunami terjadi pada Sabtu (22/12) malam lalu.

Sementara rumahnya, hancur rata dengan tanah dihantam gelombang tinggi tsunami.

“Malam itu juga, kami semua mengungsi di atas gunung dan kejadian itu tidak ada tanda-tanda apa gitu sebelumnya. Rumah saya hancur, semua harta benda sudah tidak ada lagi yang tersisa,”ucapnya sembari menangis dan mengusap air matanya.

Menurutnya, selama dua malam ia bersama keluarga dan warga lainnya mengungsi di atas gunung, bahkan di tempatnya mengungsi itu, ia bersama beberapa warga Pulau sebesi lainnya sudah kehabisan stok bahan makanan.

Ucapan Nurmelis dan Sulaeman pun diamini oleh Kasat Polair Polres Lampung Selatan Iptu Sudrajat yang saat itu bersama tim gabungan lainnya mengirimkan bantuan sembako dan akan mengevakuasi para warga yang tinggal di Pulau Sebesi dan Sebuku.

“Ya benar, letusan terus menerus dan suaranya sangat kuat sekali dari Pulau Sebesi dan Sebuku. Tapi kepulan material dari aktivitas GAK (Gunung Anak Krakatau) tidak terpantau, karena tertutup dengan awan mendung,”ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan