Bambang S Brodjonegoro

Jakarta, Aktual.com – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai meningkatnya ketimpangan global, sebagaimana laporan terbaru dari lembaga Oxfam di sela-sela Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, salah satunya dipicu oleh digitalisasi.

“Sebetulnya yang disampaikan dalam beberapa tahun terakhir, ketimpangan itu adalah isu global. Ketimpangan yang menjadi isu global itu salah satunya karena sekarang ini sedang ada perubahan mendasar terkait digitalisasi, terkait mulainya Revolusi Industri 4.0,” ujar Bambang, Global Research Briefing Standard Chartered Bank di Jakarta, Kamis (24/1).

Menurut Bambang, meningkatnya ketimpangan dunia karena adanya masa transisi di mana ada sejumlah pihak yang dengan cepat dapat menangkap manfaat dari ekonomi digital maupun revolusi industri, sehingga meningkatkan kekayaan yang dimilikinya.

“Seperti kita lihat, di daftar 10 atau 20 orang terkaya di dunia, sekarang didominasi oleh mereka yang terkait dengan digital maupun yang sudah masuk pada revolusi industri tersebut,” kata Bambang.

Sementara itu, lanjut Bambang, mayoritas pelaku bisnis lain di negara maju maupun sedang berkembang, masih dalam tahap yang sangat awal atau bahkan belum terlalu mempersiapkan diri untuk masuk menggarap ekonomi digital tersebut. Untuk meredam ketimpangan tersebut yaitu dengan menutup gap yang terkait dengan produktivitas, sumber daya manusia, dan infrastruktur.

“Hanya itu yang perlu kita lakukan, tiga hal yang gap-nya terasa dan perlu kita tutup sehingga nantinya ketika “digital economy” menjadi mainstream demikian juga revolusi industri. Kalau gap sudah kecil atau tertutup kita harapkan kalaupun ada pihak yang mendapat manfaat lebih, tidak akan menciptakan ketimpangan yang terlalu besar,” ujar Bambang.

Untuk Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2018 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Rasio Gini turun tipis menjadi 0,384. Angka ini menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2018 yang sebesar 0,389. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,391 turun sebesar 0,007 poin.

“Ya kalau rasio gini mudah-mudahan mendekati 0,38 poin,” ujar Bambang.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin