Jakarta, Aktual.com – Partai berkuasa Myanmar akan mengajukan perubahan konstitusi, kata seorang anggota parlemen dan salah satu partai, tantangan terbesarnya dalam hampir tiga tahun terhadap kekuatan militer yang tercantum dalam piagam.
Langkah tersebut dapat meningkatkan ketegangan antara militer, yang memegang peran politik yang kuat, dan Liga Nasional untuk Demokrasi atau National League for Democracy (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi, yang berselisih soal piagam sejak partainya mengukir kemenangan telak bersejarah pada 2015.
Langkah mengejutkan itu muncul saat kedua pemimpin sipil dan militer menghadapi peningkatan tekanan internasional atas tindakan keras militer terhadap Muslim Rohingya pada 2017, yang menyebabkan 730.000 orang mengungsikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.
“Mereka akan mengajukan usulan tersebut hari ini. Itu adalah janji saat pemilu,” kata anggota majelis rendah NDL untuk wilayah Sagaing, Ye Htut kepada Reuters, Selasa (29/1).
Dalam pertemuan singkat dengan anggota parlemennya pada Senin, panel eksekutif pusat partai memberikan arahan kepada mereka soal rencana pemungutan suara pada Selasa, kata Ye Htut, yang menghadiri pertemuan tersebut.
Sumber partai yang lain membenarkan bahwa mosi amendemen tersebut dibawa ke sidang parlemen pada Selasa.
Juru bicara partai Myo Nyunt menolak berkomentar. Reuters tidak dapat meminta komentar dari kantor parlemen.
Agenda parlemen yang ditinjau Reuters tidak menunjukkan usulan tersebut, namun analis politik Yan Myo Thein mengatakan kemungkinan usulan tersebut diajukan pada akhir sidang, dengan persetujuan ketua parlemen, atau meminta sidang pada malam untuk mengajukan usulan tersebut.
Tidak jelas ketentuan apa yang akan menjadi sasaran usulan konstitusi tersebut atau apakah NLD mendapatkan lampu hijau yang diperlukan dari militer untuk meloloskan langkah seperti itu.
Piagam 2008, yang dirancang selama pemerintahan junta militer, menjamin tentara menduduki seperempat dari kursi parlemen di dua majelis. Perubahan konstitusional membutuhkan suara dukungan lebih dari 75 persen, memberi militer hak veto secara efektif.
Dulu, beberapa anggota partai penerima Nobel Perdamaian Suu Kyi pernah menyatakan keinginan mereka untuk mengamendemen Pasal 436, yang merencanakan sejumlah peraturan.
Militer juga mengendalikan kementerian keamanan penting, seperti pertahanan dan urusan dalam negeri, dan memiliki perusahaan bisnis yang mengendalikan atau memengaruhi ekonomi secara luas.
Kemungkinan sasaran yang lain adalah larangan konstitusional pada calon presiden dengan pasangan atau anak-anak asing.
Suu Kyi memiliki dua putra yang berlatarbelakang akademi Inggris, sehingga keadaan tersebut secara efektif melarang dirinya untuk menjabat. Namun selama hampir tiga tahun, dia memerintah Myanmar “di atas presiden” dengan menciptakan posisi kekuatan baru sebagai Penasihat Negara.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin