Jakarta, Aktual.com – KPK mencegah 4 orang dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap untuk anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih terkait proses pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

“Dalam penanganan perkara PLTU Riau-1, sesuai dengan kewenangan KPK di pasal 12 ayat 1 huruf b UU No 30 tahun 2002 maka untuk kebutuhan penanganan perkara, KPK telah mengirimkan surat ke Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM tentang pelarangan 4 orang ke luar negeri selama 6 bulan,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, Jumat (15/2).

Keempat orang tersebut adalah Samin Tan dan Direktur PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Nenie Afwani selama 6 bulan sejak 14 September 2018-14 Maret 2019.

Selanjutnya Direktur PT China Huadian Enginering Indonesia Wang Kun dan CEO Blackgold Naturan Resources Rickard PPhilip Cecil selama 6 bulan sejak 27 Desember 2018-27 Juni 2019.

KPK pada hari ini mengumumkan pemilik perusahaan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan sebagai tersangka pemberi suap anggota DPR non-aktif Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar.

Suap itu diberikan agar Eni ikut mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kementerian ESDM.

Konstruksi perkara diawali pada Oktober 2017 Kementerian ESDM melakukan terminasi atas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT). Sebelumnya diduga PT BLEM milik Samin Tan telah mengakusisi PT AKT.

Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya tersebut, Samin Tan diduga meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih terkait permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.

Eni Maulani Saragih sebagai anggota DPR di Komisi Energi menyanggupi permintaan bantuan Samin Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian ESDM dimana posisi Eni adalah anggota panitia kerja (panja) Minerga Komisi VII DPR RI.

“Dalam proses penyelesaian tersebut, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada SMT untuk keperluan pilkada suami di kabupaten Temanggung,” ungkap Laode.

Pada Juni 2018 diduga telah terjadi pemberian uang dari tersangka Samin Tan melalui staf dan tenaga ahli Eni di DPR sebanyak dua kali yaitu pada 1 Juni 2018 sebanyak Rp4 miliar dan pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar.

Dalam persidangan, Eni mengaku bahwa diminta oleh Ketua Fraksi Golkar saat itu Melchias Markus Mekeng untuk membantu seorang pengusaha bernama Samin Tan sekaligus tanggung jawabnya sebagai anggota DPR.

Menurut Eni, Kementerian ESDM tidak melaksanakan keputusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang memenangkan perusahaan Samin Tan dan Eni pun melakukan rapat dengan Ignatius Jonan.

Dalam sambungan percakapan “Whatsapp” Samin Tan dan Eni pada 3 Juni 2018 yang disadap KPK, Eni menyampaikan “Pak Samin, kemarin saya terima dari mba neni 4M terima kasih, yg luar biasa ya insya Allah kalo surat dari Jamdatun keluar senin atau selasa pagi saya akan geber lagi di raker dng jonan selasa, saya punya rasa kali ini aman, kalo tdk saya akan permalukan Jonan”

Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima menerima Rp10,35 miliar 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah pengusaha tambang termasuk Samin Tan.

Sedangkan salah satu penyuap Eni yaitu pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Masih ada satu orang terdakwa lagi yang masih dalam proses pemeriksaan di pengadilan yaitu mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

“KPK masih terus akan mengembangkan penanganan perkara ini ke pihak lain sebagaimana yang telah muncul di fakta persidangan dengan berdasarkan bukti yang cukup,” tambah Laode.

KPK memandang sektor energi merupakan salah satu sektor yang perlu menjadi perhatian karena sangat riskan menjadi bancakan. Korupsi di sektor energi sangat berisiko merugikan kepentingan publik secara luas termasuk proyek listrik ini menjadikan akses listrik bagi masyarakat tidak merata di seluruh Indonesia.

antara

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan