Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf (kiri) bersiap menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/11/2018). Irwandi Yusuf didakwa menerima suap terkait Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 dan menerima gratifikasi terkait pelaksanaan proyek pembangunan Dermaga Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Enam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) kompak membantah adanya permintaan uang dari Gubenur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf.

“Kepada saksi, saya tanya apakah saya pernah meminta uang?,” tanya Irwandi kepada saksi Taufik Reza selaku Dirut PT Tuah Sejati di hadapan majelis, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin(25/2).

“Tidak pernah,” jawab Reza.

Pertanyaan yang sama juga dilontarkan Irwandi kepada kelima saksi lainnya yang terdiri dari
Staf PT Nindya Karya, Sabir Said; Juru bayar PT Tuah Sejati, Carbella Rizkan; Karyawan PT Nindya Karya, Bayu Ardhianto; Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ramadhani Ismy; dan Mantan kepala Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang 2010-2011, Ruslan Abdul Gani.

Lima saksi tersebut spontan menyatakan Irwandi selama menjabat sebagai Gubernur Aceh tak pernah meminta imbalan apapun kepada saksi, termasuk uang hasil pengurusan proyek dermaga Sabang.

“Saya pastikan tidak pernah,” ujar saksi Ruslan di hadapan majelis.

Sementara itu, penasihat hukum Irwandi, Sira Prayuna menilai mestinya Jaksa KPK dapat menghadirkan para saksi yang memiliki korelasi kuat antara mantan panglima GAM Izil Azhar Irwandi, serta terdakwa Heru Sulaksono selaku Kepala PT Nindya Karya(Persero) yang telah lebih dulu diproses KPK.
“Kami meminta termasuk diri terdakwa (Irwandi Yusuf) meminta untuk satu Heru sulaksono kedua pak Izil Azhar agar bisa dihadirkan di persidangan ini,” ujar Sira.

Kehadiran Izil maupun Heru dinilai bisa mengungkap siapa sebenarnya penerima uang dari hasil pengurusan proyek dermaga Sabang, yang belakangan justru menyeret mantan orang nomor satu Aceh tersebut duduk di kursi pesakitan.

“Kenapa itu penting dilakukan karena antara pemberi dan penerima ini sesungguhnya menjadi standard high dari perkara ini. Dimana gratifikasi ini kan pasal 12b, bahwa ada pemberi suap, ada penerima suap,” kata Sira.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin