Jakarta, aktual.com – Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrullah, menekankan pihaknya tetap akan mencantumkan kolom agama dan kepercayaan pada KTP elektronik sebagai tindaklanjut putusan Mahkamah Konstitusi.

“Kolom kepercayaan ditambahkan untuk melaksanakan amanat putusan MK. Sementara Kolom agama tetap, tidak ada yang berkurang,” kata Zudan dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (27/2).

Zudan mengatakan isu yang menyebutkan kolom agama akan diganti dengan kolom kepercayaan adalah isu yang tidak benar. “Tidak ada penghilangan kolom agama dan tidak ada kolom agama dimasukan ke kolom kepercayaan,” terang Zudan.

Pencantuman kolom kepercayaan pada KTP elektronik merupakan tindak lanjut dari amar putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 tanggal 18 Oktober 2017 dan ditindaklanjuti dengan Permendagri Nomor 118 Tahun 2017 tentang Blangko KK, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.

Dengan adanya putusan ini, maka KTP elektronik bagi penghayat kepercayaan dicantumkan elemen data pada kolom kepercayaan.

Sedangkan bagi penduduk yang memeluk agama, KTP elektroniknya tidak ada perubahan, yaitu tetap tercantum kolom agama. Zudan mengatakan penghayat kepercayaan diakui secara sah oleh Negara dalam konstitusi melalui UUD 1945 yang tertuang dalam Pasal 28E ayat 2 dan Pasal 29 ayat 2.

Selain itu, pasal 61 dan 64, Undang-Undang Administrasi Kependudukan secara tegas menyatakan bahwa penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama, atau bagi penghayat kepercayaan, elemen datanya tidak dicantumkan dalam kolom KTP elektronik atau Kartu Keluarga, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. “Dengan demikian terakomodirnya kolom kepercayaan pada KTP elektronik tidak menghilangkan kolom agama pada KTP elektronik,” jelasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi pada 2017 telah membatalkan ketentuan Pasal 61 dan Pasal 64 dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 61 dan 64 menyatakan bahwa penduduk yang agamanya belum diakui secara resmi oleh pemerintah, atau penghayat kepercayaan, tidak dapat mencantumkan jenis kepercayaannya dalam dokumen kependudukan.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin