Jakarta, aktual.com – Kisruh yang terjadi di pelabuhan Marunda antara PT. Karya Citra Nusantara (KCN) dengan BUMN PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) hingga saat ini masih berlaruh-larut.
Pengamat Kebijakan Publik, Sidik Pramono menilai bahwa pemerintah harus mengambil peran segera dalam penyelesaian kisruh ini agar tidak menambah preseden buruk bagi Indonesia terkait dengan kepastian hukum untuk investor.
“Marwah negara akan terlihat dari bagaimana ia menghormati perjanjian yang telah dibuat secara adil dan tidak bermasalah secara prosedur maupun subtansi. Tanpa pemenuhan akan hal seperti itu, kepastian berusaha dan kemudahan investasi di Indonesia hanya akan berjalan di tempat,” tegas Sidik dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (6/3).
Terkait konsesi yang dimiliki oleh PT KCN, Sidik mengatakan bahwa konsesi diberikan manakala investasi pelabuhan dilakukan sepenuhnya oleh BUP dan tidak menggunakan pendanaan yang bersumber dari APBN/APBD. Dengan beban investasi yang besar, tidak banyak pihak swasta yang memiliki konsesi pelabuhan.
“BUP wajib memiliki konsesi pengusahaan pelabuhan atau mengelola jasa kepelabuhan agar izin usahanya tetap berlaku. Karena begitu berharganya perjanjian konsesi itulah, setiap BUP pastilah bakal berjuang ekstrakeras untuk memastikan konsesinya tetap berlaku,” tambah Sidik.
Menurut Sidik, merujuk pada UU Administrasi Pemerintahan, keputusan terkait konsesi hanya dapat dicabut apabila terdapat cacat substansi. Yang dimaksud dengan cacat substansi antara lain manakala penerima konsesi tidak menjalankan keputusan konsesi sampai batas waktu yang ditentukan, ditemukan perubahan fakta dan syarat hukum yang mendasari perjanjian konsesi, dan juga manakala keputusan konsesi dinilai membahayakan dan merugikan kepentingan umum.
“Namun, biar bagaimanapun negara memiliki kewajiban untuk menghargai investor swasta agar bisa menjalankan rencana bisnis sebagaimana klausul yang termuat dalam perjanjian konsesi,” imbuh Sidik.
Konflik antara KCN dan KBN semakin meruncing ketika KBN melakukan gugatan hukum perdata terhadap KCN dan Kementerian Perhubungan karena melakukan perjanjian konsesi. Mengejutkannya, hakim menyatakan perjanjian konsesi antara KCN dan Kementerian Perhubungan merupakan perbuatan melawan hukum karena seharusnya perjanjian tersebut harus melalui persetujuan dari pemegang saham, dalam hal ini KBN. Padahal, KCN sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) ditunjuk untuk melakukan konsesi berdasarkan surat yang ditandatangani langsung oleh Menteri Perhubungan tentang Penunjukan BUP kepada PT.KCN.
Juniver Girsang, Kuasa hukum dari KCN menjelaskan bahwa konsesi yang diperoleh KCN bukan merupakan sebuah perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban dua pihak dan timbul atas kesepakatan kedua belah pihak.
Konsesi KCN adalah sebuah hak yang diperoleh dan merupakan izin yang diperoleh sebuah BUP yang merupakan persyaratan dalam melanjutkan kegiatan jasa kepelabuhanan.
Juniver menambahkan bahwa permasalahan ini seharusnya tidak perlu terjadi karena semenjak awal KBN lah yang menyelenggarakan tender negara untuk pengembangan pelabuhan Marunda pada tahun 2004, yang tender tersebut dimenangkan oleh KTU yang sekarang merupakan mitra dr KBN.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin