Medan, Aktual.co — Diberitakan Aktual.co sebelumnya, Kota Sibolga, Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi daerah pendudukan penjajahan Jepang pada tahun 1942-1945. Secara geografis, Sibolga sangat strategis karena berada di bibir pantai Barat pulau Sumatera lengkap dengan sebuah teluk menghadap ke Samudra Hindia. Ini menjadikannya pilihan yang tepat tak hanya menjadi incaran ekspansi perdagangan, namun juga basis pertahanan.

Beralih ke Benteng Tiga yang tak jauh dari Benteng Dua, hanya sejarak 10 meter saja. Namun terletak lebih tinggi dari Benteng Dua. Benteng ini juga sudah dipugar, terdapat Gajebo dan tempat duduk meski tidak bertingkat seperti benteng Dua.

Ruangan Benteng Dua juga menjorok ke dalam tanah sedalam sekitar 1 meter. Ruangan benteng berbentuk segi lima, dimana ada tiga lubang menghadap ke Barat atau ke Teluk Sibolga. Ketiga lubang itu dahulunya diduga sebagai lubang meriam sekaligus lubang pemantauan musuh.

Untuk masuk ke ruangan Benteng hanya ada satu pintu membentuk terowongan kecil dari sisi Timur. Pintu kecil itu hanya dapat dilalui dengan berjongkok. Situasi Benteng Tiga tak lebih baik dari Benteng Dua. Tak terawat dan penuh sampah. Di lokasi Benteng juga tidak ditemukan adanya catatan mengenai sejarah Benteng itu. Terlihat hanya ada beberapa anak muda yang yang sedang bercengkerama di lokasi benteng.

“Siapa yang merawat, nggak mungkin penduduk sini yang bangun,” ujar Simamora (54), warga Gang Benteng di rumahnya kepada Aktual.co baru-baru ini.

Simamora, yang kesehariannya bekerja sebagai penarik becak mesin itu menuturkan Benteng-Benteng itu beberapa tahun lalu pernah ditata dan dibangun. Namun sayang, keberadaannya masih kurang sosialisasi. Dan, hanya sedikit saja yang datang berkunjung.

“Udah sempat ada jualan minuman makanan. Tapi ya begitulah, datang dua orang lima orang, akhirnya yang jualan pergi,” katanya.

Penuturan Simamora, selain ketiga Benteng yang dapat ditemukan langsung. Juga terdapat satu Benteng yang berada di samping rumah salah seorang warga bermarga Simanungkalit. Namun, Benteng itu tidak mendapat perhatian.
“Disamping rumah pak Kalit itu juga ada benteng, tapi nggak dalam, ya seperti itu saja,” tuturnya.

Selain di Gang Benteng, sejumlah Benteng lain terdapat di Gang Kerinci. Gang yang berada di pemukiman warga yang juga berada di areal Bukit Ketapang. Sekilas, melihat Gang Kerinci yang padat penduduk, mungkin tidak akan ada yang mengira kawasan itu dahulunya adalah kompleks Benteng-Benteng Jepang. Apalagi keberadaanya yang belum mendapat perhatian dan terbiarkan begitu saja.

“Disini ada puluhan (Benteng), cuma sekarang ndak ada yang terurus, sekarang entah jadi tempat apa,” ujar Ali Said Lubis (85) warga Gang Benteng kepada Aktual.co belum lama ini.

Ali yang dikenal merupakan warga paling tertua di Gang Kerinci menuturkan, Benteng-Benteng itu dibangun dikisaran tahun 1943, pada masa pendudukan Jepang. Benteng itu dibangun menggunakan tenaga masyarakat pribumi yang dipekerjakan secara paksa atau kerja rodi oleh Jepang.

“Waktu zaman Jepang, dia itu benteng dibikin jepang, tapi orang awak (Pribumi) yang bikinnya, tapi jepang yang mengatur. Disini ratusan yang mati karena membangun (Benteng) itu. Kita tau itu semuanya, lantaran kita lama disini, anak muda disini,” tutur Said yang mengaku sudah bermukim di Sibolga sejak 1950 an dan mendirikan rumah kecil di lokasi yang kini disebut Gang Kerinci itu sejak 1960 silam.

Ali, yang turut merasakan perang di usia belia dalam gerilya di tahun 1946 hingga 1948 di Sayurmatinggi, Benteng Huraba, Kabupaten Tapsel namun tak mau disebut sebagai Veteran perang karena menurutnya itu adalah tugas bela negara yang tak perlu digembar-gemborkan, mengaku miris soal kondisi Benteng-Benteng Jepang itu. Ia berharap, Benteng-Benteng itu dapat dilestarikan.

“Tidak ada yang terawat, sebetulnya itu benteng itu perlu (dilestarikan), tapi zaman sekarang, ya mau gimana lagi?. Sedih, mustinya dirawatlah, tanggal 17 dibikinlah misalnya sejarah (peringatan-red). Tapi itu sejarah itu, berapa banyak mayat disitu, waktu perang 58, pemberontakan simbolon, menembaki dari bukit benteng ke arah gunung, disana banyak mati. Tapi disembunyikan,” kata Said di dalam teras rumahnya. (Bersambung……..)

Artikel ini ditulis oleh: