Jakarta, Aktual.co — Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) memandang kerugian yang dialami PT Pertamina (Persero) di sepanjang Januari-Februari 2015 sebagai hal yang wajar.
Perlu diketahui, berdasarkan data yang dimiliki Aktual, laba bersih Pertamina dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina 2015 adalah USD3,07 Miliar. Pada tahun anggaran berjalan sampai dengan bulan Februari 2015, RKAP yang dicapai seharusnya USD500 juta atau sekitar Rp6,5 triliun (kurs Rp13.000). Namun, Pertamina malah merugi, laba bersih sampai dengan Februari 2015 minus USD210 juta atau sekitar Rp2,7 triliun.
Sedangkan pendapatan Pertamina dalam RKAP 2015 USD75,8 miliar pada Februari RKAP tahun berjalan USD12,27 miliar hanya tercapai USD6,87 miliar atau hanya mencapai 56,04 persen.
“Sekedar gambaran saja kenapa rugi, kan beli minyaknya itu bulan November, harga masih diatas USD100 per barel, masuk refinery Desember, harga rata-ratanya masih USD100 per barel,” kata Kepala Tim RTKM Faisal Basri di Jakarta, Rabu (1/4).
Sementara itu, pada Januari Pemerintah sudah menurunkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM). Padahal harga bahan bakunya dibeli Pertamina dengan harga yang masih tinggi.
“Jadi dia beli bahan baku yang mahal. Nah tapi kan itu akan di recover, Februari beli yang murah kan, nah harga tidak segera diturunkan oleh Pemerintah, jadi ini siklus bisnis sebetulnya, tidak hanya pertamina yang mengalami loses, tapi semua kilang bahkan beberapa kilang sudah tutup,” ungkapnya.
Bahkan, lanjutnya, akibat miss match antara inventory dengan pergerakan harga itu maka munculah time lag. “Karena kita ga bisa beli, pengapalan aja sebulan kan? Kemudian ada proses dikilang tambah blending-blending”.
Oleh karena itu, Faisal memahami jika saat ini tengah muncul diskusi di masyarakat yang mempertanyakan harga BBM yang tinggi sementara harga minyak mentah sudah rendah.
“Harga crude sudah turun, kok BBM belum turun, nah itu karena time lag itu. Makanya saya terus cek sama teman-teman. Jadi teman-teman banyak termasuk ahli-ahli minyak karena tidak punya akses ke MOPS, karena mahal. Mereka mengestimasikan harga BBM dengan perkembangan harga crude ya meleset karena teman-teman itu pakai sebulan atau dua bulan, mungkin rata-rata dua bulan sebelumnya,” jelas dia.
“Padahal pemerintah referensinya adalah rerata mops. Harga produk kan MOPS-nya Ron 92. Ini kan pengetahuan umum, tapi tidak tahu kalau detailnya bagaimana ruginya seperti apa,” tandas Faisal.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka















