Jakarta, Aktual.com – Guru Besar Hukum Pidana Korupsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Nur Basuki Minarno menjelaskan yang dimaksud memperkaya/menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi dalam UU Tipikor haruslah dilakukan dengan kesengajaan, yakni dengan cara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ataupun Penyalahgunaan Wewenang (PW).
Menurutnya saat menjadi Saksi Ahli dalam persidangan ke-15 dengan Tersangka Mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (10/5/2019), unsur memperkaya/menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi merupakan unsur subyektif (subjective onrecht element). Dalam hal ini, perbuatan terdakwa sengaja diarahkan atau dimaksudkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Guru Besar UNAIR: Tak Ada Ultra Vires Dalam Pembelian Blok BMG oleh Pertamina
“Unsur ‘memperkaya / menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi’ menggunakan ‘koma/atau’ maka unsur tersebut ditentukan secara alternatif. Jika salah satu unsur terpenuhi maka unsur tersebut telah dianggap terpenuhi. Unsur ‘kesengajaan’ ditempatkan di awal, maka ‘memperkaya/menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi’ harus dilakukan dengan kesengajaan,” jelasnya.
Dia menambahkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya telah keliru menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh Direksi PT Pertamina (dalam Pembelian Blok BMG) untuk memperkaya/menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Dalam fakta hukumnya apa yang dilakukan oleh Direksi tidak bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Ini terbukti Direksi tidak mendapatkan cash back dari pembelian PI dimaksud. Namun, dianggap oleh JPU telah memperkaya/menguntungkan pihak lain, yaitu Anzon Australia Pty, Ltd.
“Unsur ‘memperkaya/menguntungkan, orang lain, atau korporasi’ merupakan unsur pasal ‘sapu jagad’. Jika si pelaku dengan sengaja melakukan PMH/PW tetapi yang mendapatkan keuntungan orang lain padahal bukan addresat (subjek hukum) dari perbuatan si pelaku, (dan si pelaku) tetap dinyatakan terbukti atas unsur tersebut. Penegakan hukum seperti ini adalah penegakan hukum yang sesat. Bahwa untung dan rugi merupakan paradoks dalam proses jual beli. Dalam dunia bisnis, termasuk dalam perkara a quo, rugi dan untung adalah risiko bisnis,” tegasnya.
Secara sederhana, untuk membuktikan terdapat unsur memperkaya/menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yaitu jika ada unsur nepotisme atau ada bukti cash back. Hal ini pembuktian yang logis.
“Bagaimana mungkin dinyatakan terbukti memperkaya/menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, padahal Direksi Pertamina dengan Anzon Australia Pty,Ltd. tidak saling mengenalnya atau tidak ada hubungan pertemanan atau persaudaraan (nepotisme), dan tidak terdapat bukti cash back dalam perkara ini.”
“Kesengajaan untuk menguntungkan orang lain pasti terdapat motif, yang paling mudah motifnya (adalah) nepotisme dan/atau cash back. Padahal di sini tidak terjadi nepotisme dan tidak terdapat bukti adanya cash back. Dasar pemikiran tersebut adalah bentuk kesesatan berpikir,” jelasnya lagi.
Oleh karenanya, bahwa kerugian yang dialami oleh Pertamina terkait ditutupnya atau tidak dioperasikannya kembali Blok BMG, kemudian tidak bisa dilakukan divestasi, bukan kehendak dari Direksi Pertamina, melainkan disebabkan keputusan para pemegang saham (PI) mayoritas.
“Kerugian Pertamina bukan karena PMH/ PW yang dilakukan Direksi dengan sengaja, melainkan disebabkan karena overmacht atau keadaan kahar (force majeure),” ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan