Kiri-kanan ; Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo, Ketua Bawaslu Abhan (tengah), Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifudin, Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja sidang pendahuluan terhadap sejumlah partai politik yang melaporkan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU pada tahapan pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2019 di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Rabu (1/11/2017). Bawaslu memutuskan melanjutkan tujuh laporan dugaan pelanggaran administrasi oleh KPU soal pendaftaran partai politik Pemilu 2019 ke sidang pemeriksaan. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Badan Pengawas Pemilu RI telah menerima 15.052 temuan dan laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2019 hingga 28 Mei 2019.

Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan dari total 15.052 dugaan pelanggaran pemilu itu, sebanyak 1.581 merupakan laporan, sementara 14.462 adalah temuan.

“Laporan itu artinya dari masyarakat. Sedangkan temuan adalah hasil temuan pengawas di lapangan, di TPS,” kata Fritz dalam acara diskusi dan buka puasa bersama media, di Jakarta, Selasa.

Dia menyebutkan sebanyak 533 di antaranya terkait pelanggaran pidana, 148 pelanggaran masih dalam proses, 1.096 pelanggaran hukum lain, 162 pelanggaran kode etik, 12.138 pelanggaran administrasi, dan 980 kategori bukan pelanggaran.

Data temuan tertinggi yang diterima oleh Bawaslu yakni berasal dari Provinsi Jawa Timur 10.066 temuan, Sulawesi Selatan 806 temuan, Jawa Barat 582 temuan, Sulawesi Tengah 475 temuan, dan Jawa Tengah 475 temuan.

Sedangkan data laporan tertinggi yang diterima Bawaslu yakni dari Sulawesi Selatan 215 laporan, Papua 145 laporan, Jawa Barat 141 laporan, Jawa Tengah 127 laporan, dan Aceh 95 laporan.

Menurut Fritz, dari 114 putusan terkait pidana, sebanyak 106 di antaranya inkrah, sedangkan delapan lainnya banding.

Adapun pelanggaran pidana ini mencakup antara lain seperti keterlibatan ASN serta TNI/Polri dalam kampanye, kampanye di luar jadwal, kepala desa melakukan perbuatan menguntungkan peserta pemilu, serta penggunaan fasilitas pemerintah.

Selain itu, pelanggaran larangan kampanye, pemalsuan dokumen, politik uang, mengacaukan kampanye, merusak alat peraga kampanye, dan lain-lain.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan