Jakarta, Aktual.co — Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang masih kerap terjerat persoalan manajemen dan sumber daya pendanaan membutuhkan inovasi lokal yang kuat terutama dalam meningkatkan jasa layanan air baku bagi masyarakat sekitarnya.

“PDAM pelayanan lokal, perlu inovasi lokal terutama kepemimpinan lokal,” kata Anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Aulawi Dzin Nun dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (31/3).

Menurut dia, dengan adanya program pengembangan pelayanan yang inovatif, maka PDAM lokal juga dapat meningkatkan efisiensi, penambahan cakupan pelayanan serta mampu meningkatkan jumlah pelayanan. Ia juga menegaskan, rencana bisnis yang dimiliki berbagai PDAM dinilai juga sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah daerah serta kalangan dewan.

Apalagi, lanjutnya, secara nasional telah diamanatkan dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional 2015-2019 bahwa pencapaian akses aman air minum diharapkan dapat mencapai 100 persen pada tahun 2019 mendatang.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan 58 persen kabupaten dan kota di Indonesia terancam tidak mendapatkan pelayanan air bersih karena perusahaan daerah air minum setempat terlilit hutang. “Sebanyak 58 persen kabupaten-kota ini akan terancam tidak mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dari sisi air bersih, karena PDAM-nya mulai terlilit hutang,” kata Mendagri di Jakarta, Selasa (24/3) Total hutang tersebut mencapai Rp4,8 triliun dan akan diambil alih oleh Pemerintah Pusat untuk dicarikan solusi persoalan atas hutang tersebut.

Pengelolaan sistem penyediaan air yang selama ini berjalan di Indonesia sempat geger karena MK menghapus Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Putusan MK menyatakan bahwa UU No. 7/2004 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan diberlakukannya kembali UU No. 11/1974 tentang Pengairan. MK dalam putusannya yang progresif tersebut menyatakan UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air dalam pelaksanaannya belum menjamin terwujudnya amanat konstitusi tentang hak penguasaan negara atas air.

Padahal seharusnya, tegas MK, negara secara tegas melakukan kebijakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Selain itu, UU Sumber Daya Air yang dihapus tersebut dinilai MK juga belum memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air, yaitu antara lain pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, menyampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air.

Prinsip dasar lainnya adalah negara harus memenuhi hak rakyat atas air, kelestarian lingkungan hidup, pengawasan dan pengendalian oleh negara sifatnya mutlak, prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD, serta pemberian izin kepada usaha swasta harus dengan syarat-syarat tertentu.

Artikel ini ditulis oleh: