Jakarta, Aktual.com – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Mantan Dirut PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, berupa Hukuman 8 tahun penjara dan Denda Rp1 Miliar, Subsidiair 4 bulan pada Senin (10/6/2019) lalu.
Dari 5 hakim, ada 1 hakim yang menyatakan Karen tidak bersalah dengan 11 alasan sehingga seharusnya dibebaskan. Sedangkan 4 hakim lainnya membenarkan tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, tanpa sama sekali mempertimbangkan alat bukti dan fakta-fakta persidangan.
Salah satu pertimbangan yang tidak sesuai dengan alat bukti dan fakta-fakta persidangan adalah bahwa keempat hakim tersebut menilai Karen selaku Direktur Hulu (2008-2009) dan Dirut PT Pertamina (2009-2014), bersama-sama dengan Frederick ST Siahaan, Bayu Kristanto dan Genades Panjaitan, telah memutuskan untuk melakukan investasi Hak Kelola (Participating Interest/PI) di Blok BMG Australia pada tahun 2009, tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Dan, dianggap telah merugikan keuangan negara sebesar Rp568,066 Miliar.
Benarkah demikian?
Memorandum dari Dewan Komisaris yang ditujukan kepada Direksi tertanggal 30 April 2009 secara tegas dan jelas merupakan bentuk persetujuan bagi Direksi Pertamina untuk mengikuti bidding dalam mengakuisisi PI Blok BMG.
Dokumen tersebut telah ditandatangani oleh 6 dari 7 Dewan Komisaris. Sehingga, persetujuan tersebut bukti yang sah dalam rangka membalas memorandum Direksi No. 517/C00000/2009-S0 tertanggal 22 April 2009 (Lihat Gambar 1).
Namun kemudian dalam kesaksiannya di persidangan, Humayun Bosha dan Umar Said selaku Anggota Komisaris yang ikut menandatangani dokumen tersebut, menyatakan bahwa persetujuannya hanya untuk Pelatihan SDM Pertamina dalam mengikuti bidding internasional dan tidak untuk menang.
Adalah hal yang tragis jika kualifikasi Komisaris BUMN terbesar di Indonesia berpikiran bahwa sebuah Perusahan Minyak Nasional seperti Pertamina boleh ikut tender akuisisi blok hulu migas di Luar Negeri hanya untuk Pelatihan dan Tidak untuk Menang, alias main-main! Pertamina seolah-olah diibaratkan sebagai sebuah perusahaan “pendamping” dalam persyaratan mengikuti tender pengadaan barang dan jasa yang umum terjadi di dalam negeri.
Sementara dari kesaksian para Ahli, yakni Hilmi Panigoro dan Hadi Ismoyo, menyatakan bahwa tidak ada akusisi blok hulu migas yang hanya sampai bidding, melainkan sampai ke penandatangan sales purchase agreement (SPA), bahkan sampai ke pembentukan anak perusahaan.
Dalam paragraf pertama memorandum Dirut tertanggal 22 April 2009 No.517/C00000/2009-S0 sangat jelas bahwa memorandum tersebut dimaksudkan untuk mengakuisisi PI Blok BMG (Lihat Gambar 2).
Dalam Lampiran memorandum tanggal 22 April 2009 juga disertakan Surat dari Citi (Gambar 3) yang menyampaikan bahwa: “Binding Offers for Acquisition of a Participating Interest in BMG”. Artinya, bidding ini bersifat mengikat (Binding).
Lantas siapa yang salah jika Komisaris tidak teliti membaca Memorandum Dirut? Kenapa JPU tidak mau peduli dengan alat bukti dan fakta-fakta persidangan, termasuk rekaman persidangan? Pertanyaan yang sama juga untuk Majelis Hakim.
Sementara, Hakim Dr. Anwar mengatakan bahwa Karen Agustiawan telah memutuskan bersama-sama dengan Direksi lainnya untuk melakukan Investasi PI di Blok BMG Australia, dimana keputusan tersebut diambil secara kolektif kolegial.
Sebelum melakukan akuisisi, Direksi terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Dewan Komisaris yaitu melalui Memo 22/04/2009. Memo ini kemudian dijawab oleh Dewan Komisaris tanggal 30/04/2009 yang isinya Dewan Komisaris menyetujui bidding Investasi Akuisisi PI Blok BMG.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan