Jakarta, Aktual.co — Wacana Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk melakukan perubahan terhadap peraturan pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012, tentang perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan terus menuai pro kontra, baik dikalangan akademisi maupun politisi.
Staf Ahli Menteri Bidang Pelanggaran HAM, HM Ma’mun mengatakan bahwa tidak memberikan remisi tidak dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen untuk memberi efek jera.
Menurut dia, ketika seorang divonis hukuman kurungan penjara oleh pengadilan, setidaknya ada lima sanksi hukuman yang dijalani oleh narapidana.
“Pertama kehilangan kemerdekaan, dimana seorang napi tidak mudah mengakses dunia luar, dan ini sudah berdampak. Bayangkan, jika anda dalam satu keluarga dengan fasilitas lengkap tidak keluar dalam satu minggu saja, seperti apa rasanya, begitu pula dengan para narapidana,” kata Makmun dalam acara Forum Aktual bertajuk “Remisi dalam Perspektif Penegakan Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi”, di Warung Komando, Jakarta Selatan, Minggu (29/3).
Selain itu, sambung dia, seorang narapidana juga dapat merasakan tidak dapat menentukan hidupnya sendiri, dimana ketika seorang narapidana sakit maka itu diatur sesuai ketentuan lembaga pemasyarakatan (Lapas). Lalu, dibatasi haknya untuk memiliki barang.
“Kempat, kehilangan dorongan seksual. Dan ini yang berat sekali. Karena secara hukum Islam 3 bulan saja tidak memberi hak lahir batin bisa dituntut cerai. Dan kelima, kehilangan hak prasarana,” bebernya.
“Ini penderitaan luar biasa. Tidak usah lima-limanya. Satu saja sudah sangat berat,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Nebby