Jakarta, Aktual.com – Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan bahwa momentum Lebaran Idul Fitri dan Pemilhan Umum pada triwulan II-2019 tidak cukup mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
“Justru jika berdasarkan data ternyata menunjukkan bahwa selama 7 tahun terakhir Lebaran tidak selalu bisa dioptimalkan untuk menarik pertumbuhan ekonomi,” katanya saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (7/8).
Menurutnya, hal tersebut tentu bertentangan dengan yang dikatakan oleh pemerintah yang menyebutkan bahwa momen lebaran dan pemilu mempunyai efek kuat dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Senada dengan Eko, Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus juga mengatakan bahwa terjadi shifting yang cukup besar dari pasar konvensional ke platform digital pada momen lebaran 2019 yang akhirnya tidak begitu terasa dampaknya terhadap perekonomian pada triwulan II.
“Pengusaha pasti tau lebaran jadi mereka akan membuat banyak barang untuk dijual. Tapi yang terjadi ini tidak, terbukti dari industri manufaktur yang mengalami kontraksi. Di sisi lain impor barang konsumsi juga tidak meningkat malah turun. Pasti ada shifting,” katanya.
Heri menuturkan, peningkatan belanja melalui platform digital tersebut belum teridentifikasi oleh pemerintah sehingga seharusnya pemerintah bisa memiliki data rinci peristiwa tesebut dan mengkajinya lebih lanjut.
“Saya iseng cek data pertumbuhan jasa ekspedisi ternyata meningkat dan itu belum teridentifikasi oleh pemerintah. Apa lagi pemerintah mau membuat pajak untuk online tapi mereka tidak punya data,” ujarnya.
Selain itu Eko melanjutkan, Pemilu yang sering dikatakan oleh pemerintah bahwa akan berdampak besar terhadap ekonomi faktanya yang tumbuh hanyalah lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
Meski demikian, LNPRT tersebut hanya akan tumbuh 15 hingga 16 persen ketika ada momen pilkada atau pemilu. Peningkatan tersebut tidak cukup berpengaruh pada perekonomian secara nasional.
“Kalau tidak ada pilkada atau pilpres paling hanya 8 persen. Percaya lah akan muter di angka itu kecuali sistem pemilu berubah sekali. Itu tidak akan nendang dalam perekonomian karena kita berbicara per triwulan saja hampir Rp47 triliun,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan