Jakarta, Aktual.co — Sikap Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang akan menggugat Menteri Sosial karena memberikan rokok kepada Orang Rimba di Sungai Kemang, Jambi, dinilai sarat kepentingan. Pasalnya, sikap YLKI itu kental dengan kampanye antitembakau yang diusung sejumlah lembaga donor internasional.
 
“Pemberian rokok sah-sah saja karena merupakan produk legal dan juga tidak menyalahi aturan,” ujar Ketua Umum Persatuan Pekerja Muslim Indonesia Sektor Rokok, Tembakau dan Minuman, Bonhar Darma Putra di Jakarta, Jumat (27/3).
 
Menurutnya, YLKI seakan menafikan bahwa tembakau, terutama rokok kretek, merupakan warisan budaya sehingga sangat wajar pemberian itu rokok itu merupakan pendekatan sosio-kultural oleh seorang menteri.
 
“Ini jelas-jelas kampanye antitembakau. Omong kosong bicara keras tanpa ada sponsor di belakangnya, sudah dapat dana maka dia teriak. Sikap YLKI itu tidak ada urgensinya,” tegasnya.
 
Selama ini YLKI memang salah satu penerima dana kampanye antitembakau. Tak heran, konsumen rokok, yang tak selaras dengan kepentingan YLKI selalu dipojokkan. Padahal, kontribusi industri tembakau terhadap pendapatan negara sangat besar.
 
Lagi pula, rokok adalah barang legal, bahkan negara membutuhkan uang cukai rokok untuk  membangun negeri ini selama bertahun-tahun. Tahun 2014 lalu sumbangan cukai rokok mencapai Rp112 Triliun. Tahun ini ditargetkan menjadi sebesar Rp 138 triliun, atau sebesar 8% dari nilai APBN.
 
“Sikap YLKI selama ini sudah jelas, memilih-milih kategori konsumen sesuai kepentingannya. YLKI sudah jadi lembaga kepentingan,” sindir Bonhar.
 
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nurtanio Wisnu Brata menegaskan bahwa rokok adalah produk legal. Artinya rokok bukan barang terlarang. Karena itu, adalah wajar bila seseorang, termasuk menteri, memberi rokok kepada pihak lain.

Wisnu mengingatkan, di daerah tertentu saling memberi rokok adalah bagian dari kultur masyarakat.

“Menteri Sosial ini menggunakan bahasa kultural dengan memberi rokok, tidak ada yang salah,” terangnya.

Apalagi jika pemberian rokok itu diproduksi di dalam negeri, menggunakan bahan baku lokal, justru harus bangga ketimbang memberi rokok yang diproduksi di luar negeri.
 
“Sikap YLKI itu terlalu kebablasan,“ tegas Wisnu.

Petani tembakau di Temanggung ini mencurigai, sikap YLKI itu mempunyai target khusus agar bisa terus bekerjasama dengan lembaga donor asing, seperti Bloomberg Initiative dan Bill and Melinda Gates Foundation yang kini lagi menggelontorkan dana triliun rupiah untuk kampanye antitembakau.
 
YLKI harusnya paham, kontribusi industri cukai terhadap pendapatan negara digabung antara pajak dan cukai mencapai Rp 200 triliun mengalahkan sumbangan dari sektor lain. “Semestinya YLKI paham hal ini,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka