Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memperketat alih fungsi lahan pertanian karena dinilai rentan terjadi praktik tindak pidana korupsi.
“Tanpa ada pengetatan sistem serta regulasi yang baik terkait alih fungsi lahan (pertanian), akan memiliki celah korupsi khususnya yang berkaitan dengan perizinannya,” kata Koordinator Tim Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lutfi Gana Sukardi seusai melakukan pertemuan dengan jajaran SKPD Pemprov DIY di Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (26/3).
Dia mengatakan, dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh jajaran Dinas Pertanian DIY itu, pihaknya menelusuri sistem serta regulasi turunan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelajutan (PLP2B).
Menurut dia, melalui regulasi yang baik, pemprov serta pemkab semestinya tidak akan serta merta membiarkan lahan pertanian beralih fungsi menjadi nonpertanian tanpa melalui aturan perizinan yang benar. “Karena sampai saat ini yang paling rentan munculnya celah korupsi memang di tingkat perizinan,” kata dia.
Lutfi mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pengalihan lahan pertanian mengingat kebutuhan perekonomian masyarakat yang terus berkembang. Hanya saja, dia mengatakan, pemprov perlu melakukan pengendalian guna memenuhi target produksi beras yang ditetapkan untuk ketahanan pangan. “Artinya kalau target (produksi pertanian) itu dipertahankan maka lahan pertanian juga harus dipertahankan,” kata dia.
Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko mengakui hingga saat ini rata-rata alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian mencapai 200 hektare per-tahun. Tingkat alih fungsi tertinggi ada di Kabupaten Sleman dan Bantul.
Dia mengatakan melalui perda turunan UU PLP2B, maka pihaknya telah menetapkan lahan pertanian yang dilindungi seluas 35.911 hektare yang terdiri atas 12.377,59 hektare di Kabupaten Sleman, 5.029 hektare di Kulon Progo, 13.000 hektare di Bantul, dan 5.500 hektare di Gunung Kidul.
Meski demikian, lanjut dia, regulasi tersebut tidak efektif tanpa diikuti inisiatif pemerintah kabupaten dengan memetakan wilayah lahan mana saja yang dikonservasi.
“Seharusnya segera menetapkan titik mana saja yang dilarang(dialihfungsikan),” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















