Banda Aceh, Aktual.co — Komisi untuk Orang hilang dan tindak kekerasan (KontraS) Aceh, mendesak pihak kepolisian selaku penanggung jawab keamanan di Aceh untuk mengungkapkan motif kriminalitas bersenjata api yang marak terjadi di Aceh. Pembiaran kriminalitas bersenjata api terus dibiarkan, diprediksi akan mengusik perdamaian yang sudah dirasakan masyarakat Aceh sekarang ini.
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, Rabu (25/3) mengatakan hasil monitoring meningkatnya angka kriminalitas bersenjata api di pantai timur yang terjadi dua bulan terakhir ini menunjukkan aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian belum mampu mengungkapkan dalangnya dan motifnya. Meningkatnya angka kriminalitas bersenjata api tersebut akan membuat resah masyarakat.
“Penculikan yang menyebabkan kematian terhadap dua anggota TNI jangan sampai kembali terbuka ruang keterlibatan TNI dalam upaya penuntasan kriminal bersenjata api maupun upaya penegakan hukum dan kambtibmas, karena pemberantas kriminalitas murni merupakan tugas kepolisian,” tandas Hendra
Penculikan berujung pembunuhan dua anggota TNI yang bertugas, menunjukkan TNI sedang mencoba untuk terlibat dalam operasi penumpasan kriminal bersenjata serta kurangnya koordinasi dalam upaya penuntasan kriminal bersenjata di Aceh.
Akibat dari peristiwan pembunuhan, masyarakat merasa ketidaknyaman biarpun berada dalam situasi damai, dimana TNI dan kepolisian masih bersiaga di sekitar Nisam Antara dengan marak tindakan kriminalitas bersenjata api yang masih terjadi.
Ditambahkan, kondisi ini merupakan protret buram terhadap penegakan hukum dalam mengelola situasi keamanan dalam proses mengisi perdamaian yang sudah dirajut di Aceh, kriminalitas bersenjata api yang terjadi selama ini menunjukan bahwa perdamaian belum memberikan rasa aman seutuhnya kepada masyarakat, karena meningkatnya kejahatan dan kriminalitas bersenjata api.
“Seharusnya polisi selaku penanggungjawab penuh terkait situasi keamanan di Aceh, bisa melakukan upaya pecegahan terjadinya tindakan kekerasan yang terjadi dimasyarakat, kalau kondisi keamanan tidak stabil akan sangat mudah muncul kembali embrio konflik, maka penting untuk terus menjaga perdamaian Aceh agar tidak terusik,” lanjut Hendra.
KontraS meminta Pemerintah Aceh untuk tidak terlalu reaktif dalam menyikapi situasi keamanan di Aceh saat ini dengan mengeluarkan statemen yang aneh-aneh seperti “tangkap hidup atau mati pelaku”. Pernyataan Pemerintah Aceh seharusnya bisa membuat menyejukan suasanan bukan membuat situasi bertambah tidak bisa dikontrol.
Meminta kepada TNI untuk menarik semua pasukan TNI yang berada di Kecamatan Nisam Antara untuk kembali ke barak, karena proses hukum sepenuhnya berada pada pihak kepolisian walaupun yang menjadi korban TNI. Keberadaan TNI di sekitar Nisam Antara akan membawa dampak psikologi berbeda bagi masyarakat Aceh yang hidup pasca-konflik.
“Seharusnya TNI yang profesional yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinspi demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah diratifikasi,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dua anggota intel Kodim Aceh Utara tewas akibat ditembak setelah diculik kelompok bersenjata api di pedalaman Nisam Antara, Aceh Utara, 23 Maret 2015. Kedua korban adalah Sertu Indra dan Serda Hendrianto.
Kabar penemuan jenazah dua TNI itu telah beredar sejak Senin malam. Pasalnya sejumlah warga dan santri sempat melihat dua jenazah anggota TNI dalam kondisi telungkup, di kebun pinang milik Hj Ramulah warga desa setempat, pinggir jalan Dusun Bate Pila. Keduanya diduga disiksa dan ditembak dalam jarak dekat.
Artikel ini ditulis oleh:

















