Jakarta, Aktual.co — Anak usaha dari PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melaporkan Majelis Hakim yang memutus perkara terkait sengketa PHE vs Golden Spike Energi Indonesia (GSEI) kepada Komisi Yudisial (KY). Pelaporan tersebut beralasan karena diduga kuat telah terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Laporan ini juga ditembuskan kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Kepala Badan Pengawas MA.
Kuasa Hukum PHE, M Yahya Harahap mengatakan, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut diduga melanggar beberapa ketentuan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim berdasarkan Peraturan Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI.
“Di antara Kode Etik Hakim yang diduga dilanggar adalah berkaitan dengan kejujuran (pasal 6), integritas (pasal 9), dan Profesionalitas (pasal 14) Majelis Hakim dalam menangani proses perkara tersebut,” kata Yahya di Jakarta, Rabu (25/3).
Menurutnya, sengketa antara PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) melawan PT Pertamina Hulu Energi Raja Tempirai (PHE RT) adalah kasus luar biasa yang memiliki dampak serius. Kasus tersebut tidak hanya akan menimbulkan preseden buruk, namun bisa juga mengganggu iklim investasi di tanah air.
“Dalam hal ini, telah disingkirkan dan kesampingkan pasal 11 UU Arbitrase. Semestinya pengadilan negeri itu secara absolut tidak berwenang menangani kasus ini,” ujar dia.
Ia menambahkan, kasus ini sudah sepatutnya diurus di pengadilan Arbitrase. Pasalnya, merujuk pada kepakatan kontrak, kedua belah pihak telah setuju untuk menyerahkan setiap permasalahan (dispute) di pengadilan Arbitrase.
“Ternyata klausul yang di sepakati dalam kontrak itu adalah all dispute, any dispute, diselesaikan di pengadilan arbitrase,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka













