Jakarta, Aktual.com – Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) periode 2019-2024 Bambang Brodjonegoro mengaku segera memformulasikan bentuk BRIN dalam kerja tiga bulan ke depan.

“Target tiga bulan ke depan kita akan fokus pada pembentukan BRIN. Ini supaya ketahuan nanti paling tidak di APBN 2020 eksekusinya kita kan harus bergerak sebagai ristek (riset dan teknologi) dan BRIN, berarti BRIN ini ‘relatively’ harus sudah siap,” katanya kepada wartawan usai serah terima jabatan dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi periode 2014-2019 Mohamad Nasir di Jakarta, Rabu (23/10).

Menteri Bambang menuturkan keberadaan BRIN menjadi penting untuk melakukan integrasi riset, yang mana sejalan dengan harapan Presiden Joko Widodo agar penggunaan anggaran penelitian yang tersebar di lembaga dan kementerian bisa lebih diefektifkan.

“Semangat yang ingin didorong oleh Pak Presiden, kenapa pemerintah ingin BRIN, Beliau tidak ingin kebiasaaan lama di mana setiap lembaga LPNK, lembaga litbang kementerian tentu rekan di universitas melakukan penelitian cenderung sendiri-sendiri, dan karena keterbatasan anggaran akhirnya kualitas penelitian jadi terbatas, bukan karena penelitinya tapi karena dana yang terbatas tadi harus dibagi dalam jumlah yang sangat besar dan tersebar,” ujarnya.

Dia menyadari pekerjaan awal untuk pembentukan BRIN sebagai berat karena BRIN baru muncul dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta belum ada platform di lembaga atau kementerian manapun di Indonesia.

“Secara maraton minggu-minggu pertama ini kita segera memformulasikan BRIN itu sendiri sehingga apa yang diinginkan dari BRIN dalam undang-undang bisa terimplementasi dengan baik,” ujarnya.

Menteri Bambang menuturkan tidak boleh melakukan hal-hal yang bersifat kompromi dalam pembentukan BRIN, tetapi BRIN benar-benar ada untuk memajukan dan mengintegrasikan riset dan inovasi untuk menjawab masalah pembangunan bangsa Indonesia dan kebutuhan masyarakat secara luas.

“Saya tidak mau BRIN itu hanya sekadar ada, sekadar formalitas memenuhi amanat undang-undang,” tuturnya.

Ia juga menginginkan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan sehingga tidak ada kesombongan atau supremasi organisasi namun semua bersatu melakukan penelitian dan pengembangan serta menghasilkan inovasi untuk yang terbaik bagi bangsa Indonesia.

“Minggu-minggu pertama memang tidak gampang karena selain memikirkan BRIN, di sisi lain harus memikirkan transisi kembalinya dikti (pendidikan tinggi) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tentunya kita harapkan ‘smooth’ (berlangsung mulus),” ujar dia.

Untuk itu, Menteri Bambang mengajak seluruh jajaran Kementerian Riset dan Teknologi serta lembaga pemerintah nonkementerian bekerja bersama-sama mewujudkan BRIN yang bisa menciptakan ekosistem yang akan melahirkan tidak hanya peneliti tetapi juga inovator, dan pada akhirnya meningkatkan daya saing bangsa.

Dia juga mendorong agar hasil riset yang masuk di Scopus memberikan dampak bagi masyarakat atau proses pembangunan Indonesia yang lebih maju.

Menteri Bambang mengatakan BRIN harus bisa membawa hasil riset untuk kepentingan masyarakat, yang mana tidak harus selalu dengan hasil riset yang luar biasa canggih, tetapi justru kadang-kadang masyarakat di desa membutuhkan hasil riset yang lebih sederhana.

Sebagai contoh, katanya, inovasi yang bisa membuat hasil produktivitas pertanian mereka lebih meningkat sehingga mendapatkan pendapatan yang lebih banyak dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan dan mengeluarkan mereka dari kemiskinan.

“Kita bicara riset yang benar-benar punya ‘impact’ (dampak). Tidak hanya jurnalnya ada ‘impact’, tapi hasil riset harus punya manfaat kepada ‘stakeholder’ (pemangku kepentingan), yaitu masyarakat dalam arti luas,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan