Pemerintah memilih impor garam daripada produksi sendiri atau swasembada. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan telah menyiapkan beberapa rencana dalam rangka mendorong penyerapan garam nasional sehingga dapat menekan impor komoditas itu.

Penyerapan garam nasional tersebut berkaitan dengan harganya yang sedang jatuh sehingga dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas dan produksi garam.

“Garam ini tidak ada badan yang menangani, tidak seperti beras yang dikuasai Bulog saja harganya kadang tidak terkontrol. Apalagi garam yang bebas sama sekali. Dengan adanya impor yang besar kemarin itu tentunya akan berpengaruh,” katanya di Jakarta, Selasa (5/10).

Edhy menuturkan langkah pertama yang diambil adalah pihaknya beserta Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan berusaha memetakan wilayah yang memiliki potensi garam.

“Kita sudah memetakan di mana titik-titik sentral garam karena petani garam kita kan besar ada 19 ribu orang dan hampir ada 27 ribu hektare,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga akan meningkatkan kualitas garam menggunakan geomembrane beserta program pugarnya sehingga bisa menghasilkan produksi dalam jumlah besar.

Edhy mengatakan saat ini sudah ada 7.000 hektare lahan yang menggunakan geomembrane dengan satu hektare nya mampu menghasilkan produk sekitar 30 persen lebih banyak serta garamnya berwarna lebih putih.

Edhy menuturkan pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menambah gudang penyimpanan garam jika memang dibutuhkan.

“Rata-rata kita total 49 ribu ton, tapi ada yang 29 ribu ton dan 4.000 ton. Jika masih dibutuhkan maka akan kita tambah. Kalau berapanya saya belum tahu karena saya kan masih baru,” katanya.

Di sisi lain, Edhy tidak memungkiri bahwa produksi garam nasional belum mampu memenuhi kebutuhan nasional sehingga harus terus didorong dan diperbaiki kualitasnya.

Menurutnya, kegiatan impor adalah suatu keterpaksaan dan dilakukan ketika jenis garam tersebut memang tidak diproduksi di Indonesia.

“Pada akhirnya impor itu suatu keterpaksaan dan bukan suatu keharusan, misalnya garam chlor alkali plant itu kita belum ada. Impor dilakukan kalau terpaksa,” katanya.

Meski demikian, Edhy mengaku optimis terhadap peningkatan kualitas garam dalam negeri dan pihaknya selalu membuka komunikasi kepada berbagai pihak yang ingin mendukung program ini.

“Yang jelas saya yakin dan optimis meningkatkan kualitas garam dalam negri. KKP selalu siap untuk selalu terbuka komunikasi, contohnya kalau kita sepakat kebutuhan segini dan impor segini ya mau enggak mau kan,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan