Jakarta, Aktual.co — Wacana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan menuai pro dan kontra. Pasalnya dalam PP 99/2012, memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. 
Guru besar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita meminta, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan terlebih dulu mencurigai wacana Kemenkumham untuk revisi PP 99 tahun 2012 ini.
“Ah..KPK ini kan selalu mencurigai. Kalau KPK tidak percaya, untuk apa ada pemerintah. Kan ini prinsipnya saling percaya,” kata Prof Romli ketika berbincang dengan Aktual.co, Rabu (25/3).
Dia berpendapat, sudah seharusnya pemerintah membenahi warganya, dalam hal ini narapidana. Ketika narapidana harus mendapatkan remisi maka hal tersebut harus dijalankan oleh pemerintah. 
Dia mengatakan, dalam hal ini pemerintah lebih paham ketimbang penegak hukum. Terlebih, kewenangan penegak hukum sudah final di putusan. 
“Kewenangan penegak hukum saya tanya sampai dimana? Putusan kan, kalau itu sudah ada maka sudah final kan?,” kata dia.
Seperti yang diketahui wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan disebut telah diketahui DPR. Meski tidak perlu mendapatkan persetujuan DPR, rencana revisi PP 99/2012 didukung DPR. 
“Itu waktu raker (rapat kerja) lalu (DPR dukung revisi PP),” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Minggu (22/3). 
Dia menyatakan bahwa PP 99/2012 memang bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan. “Pasti (bertentangan) kalau dilekatkan,” ujarnya. 
Dalam PP 99/2012 memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. 
Pada Pasal 34 B dijelaskan, remisi diberikan menteri setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Artinya, apabila narapidana itu terkait kasus korupsi, lembaga terkait yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal inilah yang dinilai bertentangan dengan UU Pemasyarakatan. 

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby