Jakarta, aktual.com – Pemain basket NBA asal Turki, Enes Kanter mengkritik pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan atas iklim demokrasi yang berjalan di negeri asalnya tersebut. Kanter menyebut banyak hakim, jaksa, dan wartawan dipenjara, media massa dibungkam dan juga sekolah ditutup setelah kegagalan aksi kudeta pada Juli 2016 silam.

Pemain tengah Bolton Celtic ini menjuluki Erdogan sebagai ‘Hitler Abad Ini’ merujuk langkah represif pemerintahannya dan situasi terkini yang terjadi di negeri itu.

“Saat ini, 17.000 wanita tak bersalah berada di penjara bersama bayinya” kata Kanter seperti dilansir Wall Street Journal, ditulis Selasa (12/11).

“Turki memenjarakan lebih banyak jurnalis daripada negara lain. Yang itu membuat saya sangat kesal. Tidak ada kebebasan berbicara. Lebih dari 6.000 akademisi telah kehilangan pekerjaan mereka. Salah satunya adalah ayah saya,” tambahnya.

Karena kritikan-kritikan yang dilontarkan kepada Erdogan, membuat Enes Kanter (27) menjadi buronan pemerintah Turki. Dia berkali-kali menerima ancaman pembunuhan.

Jaksa penuntut di Istanbul juga menuduh atlet berbakat ini masuk dalam gerakan Hizmet Fethullah Gulen, seorang ulama dan mantan sekutu Erdogan yang kini tinggal di pengasingan Amerika.

Gulen mendukung versi Islam modern dan moderat dan mengkritik pemerintah Turki yang semakin otokratis. Gerakannya memiliki pengikut yang signifikan di Turki.

Erdogan dan sekutunya menuduh Gulen berencana mengambil alih negara dan menyalahkan mereka karena menyulut kudeta tahun 2016.

Awal tahun ini, Turki mengeluarkan red notice ke Interpol untuk Kanter, memasukkannya dalam daftar “teroris.” Namun, AS dan negara lainnya memilih untuk mengabaikan pemberitahuan tersebut.

Anggota keluarga Kanter lainnya mengalami nasib yang memprihatinkan, mereka dilarang meninggalkan Turki.

Keluarga besar Kanter juga harus menjauhkan diri dari atlet NBA itu demi keselamatan mereka sendiri.

Pada Agustus 2016, muncul surat terbuka mengatasnamakan Ayah Kanter yang menyatakan tidak mengakui Enes Kanter sebagai anak karena tindakannya mengecam Erdogan. Surat ini muncul di media massa pro pemerintah.

Namun, sebulan setelahnya atau September 2016, ayah Kanter, yang menjadi profesor histologi dan genetika, diberhentikan dari jabatannya di Universitas Istanbul.

Sedangkan saudara perempuannya yang juga seorang dokter, hingga kini tidak diterima bekerja di instansi manapun.

Ayah Kanter kini menjadi pesakitan di pengadilan, ia didakwa menjadi anggota kelompok teror dan menghadapi persidangan dengan ancaman hukuman 5 hingga 10 tahun jika terbukti bersalah. Komunikasi keluarga juga dipantau dengan ketat oleh dinas intelijen Turki.

“Jika pemerintah melihat ada pesan dari saya, mereka semua akan langsung dipenjara. Saya hampir tidak ingat kapan terakhir kali berbicara dengan mereka,”kata Enes Kanter.

Kanter juga tidak bisa pergi kemana-mana dari Amerika karena paspornya sudah dicabut oleh Turki. Ia pun kehilangan kewarganegaraan Turki dan kini tengah mengurus untuk menjadi warga Amerika.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin