Kordinator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia (kedua kanan) bersama Pakar Politik LIPI Siti Zuhro, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Sarmuji dan Moderator saat menjadi menjadi pembicara dalam diskusi polemik bertema 'Beringin Diterpa Angin' di Jakarta, Sabtu (25/11). Diskusi tersebut membahas mengenai kondisi Partai Golkar paska penetapan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-elektronik. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai ada empat opsi yang bisa diambil sebelum dilakukan evaluasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung.

“Komisi II DPR sepakat evaluasi Pilkada langsung, dan kita bisa mengambil hipotesis sebelum melakukannya, ada empat opsi,” kata Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/11).

Pertama, menurut dia, terkait basis otonomi daerah, kalau dilihat dari basis ekonomi itu ada di kabupaten/kota.

Karena itu menurut dia, kalau memang benar konsekuen bahwa basis otonomi daerah ada di kabupaten/kota, dikaitkan dengan mengembangkan demokrasi maka yang harus dipertahankan untuk melibatkan publik yaitu di Pilkada kabupaten/kota.

“Kalau kita bilang pemilihan langsung ya cukup hanya di kabupaten/kota saja karena provinsi itu adalah kepanjangan dari pemerintahan pusat dan sifatnya adalah koordinatif, itu bisa salah satu opsi,” ujarnya.

Kedua menurut dia, saat ini berkembang teori asimetris, kalau alasan Pilkada membuat masyarakat tidak rasional, lalu terbiasa dengan politik uang maka ada juga yang mengatakan coba kita lihat indeks demokrasi kita.

Menurut dia, ada yang berasumsi politik uang masif terjadi di daerah-daerah yang pendidikan masyarakatnya belum terlalu tinggi dan daerah pra-sejahtera.

“Kalau begitu, di daerah-daerah perkotaan yang relatif pendidikannya lebih baik, tingkat kesehatan lebih tinggi, mungkin sudah bisa tetap dipertahankan Pilkada langsung. Namun di daerah-daerah yang masih belum memenuhi, kita kembalikan ke DPRD,” katanya.

Opsi ketiga menurut dia, tetap dilakukan Pilkada langsung namun ada aturan yang secara spesifik harus dicari.

Dan opsi keempat menurut Doli, pemilihan dikembalikan ke DPRD namun harus ada kajian sangat mendalam dengan alasan akademik sehingga mendapatkan satu keputusan yang tepat.

“Karena kita sesungguhnya harus mulai belajar mengambil satu keputusan, satu sistem yang kita pilih, bukan lagi untuk coba-coba. Kita pertahankan 15-20 tahun yang akan datang termasuk soal sistem Pemilu yang akan kita sepakati,” ujarnya.

Selain itu menurut dia, Komisi II DPR sudah sepakat melakukan evaluasi pelaksanaan Pilkada langsung namun jangan terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa Pilkada dikembalikan ke DPRD.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan