Jakarta, Aktual.co — Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri, Jawa Timur, tidak bisa memberikan sanksi Perseroan Terbatas Dua belas suku atau DBS terkait dengan keluhan nasabah berupa tersendatnya pencairan uang yang mereka investasikan.
OJK menilai PT DBS tidak terdaftar sebagai perusahaan investasi, sehingga bukan di bawah pengawasan OJK. Kondisi ini membuat OJK juga tidak dapat bertindak menanggapi keluhan para nasabahnya.
“Kami juga terus monitor walaupun tidak mempunyai akses langsung ke PT DBS. OJK juga tidak bisa berbuat, sebab PT DBS bukan kewenangan dari OJK,” ujar Bagian Hubungan Masyarakat Kantor OJK Kediri Gede Sujana, di Kediri Selasa (24/3).
Ia mengatakan, OJK sudah lama memantau perkembangan PT DBS pascaberdiri pada Agustus 2014 di Kota Blitar. Pascaberdiri pun sampai sekarang, dari pantauan banyak sekali nasabah yang memasukkan uangnya ke perusahaan tersebut. Namun, dari OJK juga tidak berbuat lebih banyak selain melakukan pemantauan.
PT DBS, lanjut dia, diketahui juga mengajukan izin, namun bukan sebagai perbankan, melainkan sebagai konsultan keuangan. Masalah izin pula yang menjadi kendala OJK bertindak jika lembaga investasi itu bermasalah.
Gede mengatakan, sejak berdiri, investasi yang ditawarkan PT DBS dinilai tidak wajar. Dalam satu pekan, nasabah mendapatkan 30 persen dari uang yang disetorkan. Padahal, dalam perbankan pun, tidak akan memberikan pengembalian dalam jumlah besar, terlebih lagi dalam tempo satu pekan.
Ia juga mengatakan, dari kepolisian sebenarnya juga sudah lama melakukan konsultasi terkait dengan PT DBS. Konsultasi itu dilakukan sejak PT yang mengajukan izin di bidang konsultasi keuangan itu berdiri, pada 2014.
Dari konsultasi itu, juga dibahas terkait dengan aturan-aturan, sampai masalah sanksi jika nantinya terjadi masalah. PT DBS juga tidak bisa dijerat dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, sebab bukan lembaga perbankan, sehingga jika ada masalah pun hanya bisa dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Masalah penutupan bukan kewenangan kami (OJK). Namun, selama ini kami sudah koordinasi dengan kepolisian. Jika dijerat pun, mungkin nantinya ke KUHP, penipuan, sebab dijerat dengan UU perbankan tidak bisa,” ujarnya.
Pihaknya mengaku sering mengadakan sosialisasi terkait dengan investasi yang memberikan pengembalian yang tidak wajar. Kegiatan itu dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen baik dari pemerintah daerah ataupun dengan masyarakat umum.
Mereka diminta untuk lebih selektif untuk berinvestasi dan tidak mudah tergiur dengan investasi yang menawarkan bunga tinggi dan tidak masuk akal. Justru, hal itu perlu dicurigai, sebab bisa mengacu ke investasi bodong.
Bahkan, dalam menjerat calon nasabah, mereka memberikan kesan jika investasi itu seolah-olah aman dan tanpa resiko. Masyarakat juga seolah percaya, terlebih lagi dengan ditunjukkan izin.
PT DBS, kata dia, juga menunjukkan izin, namun bukan dari lembaga yang resmi menghimpun dana, melainkan dari Kemenkumham. Selain itu, mereka juga menunjukkan mempunyai SIUP, padahal izin itu memang harus dipunyai bagi yang memiliki usaha.
Di wilayah OJK Kediri, Gede mengatakan, selain PT DBS, terdapat PT AFC, yang juga merupakan perusahaan investasi. Namun, PT AFC sudah ditutup, dan tinggal PT DBS yang saat ini masih dalam pemantauan.
Pihaknya juga berharap, masyarakat tidak tertipu dengan perusahaan yang menjanjikan investasi dengan nilai pengembalian yang besar dalam tempo singkat. Selain itu, diharapkan masyarakat cerdik dan mengenali investasi yang hendak mereka ikuti dan terdaftar di otoritas yang berwenang mengatur dan mengawasi produk dan lembaganya.
Sejumlah nasabah PT DBS mulai resah, sebab mereka tidak mendapatkan pengembalian seperti yang dijanjikan. Bahkan, lembaga investasi yang berkantor di Jalna TGP Kota Blitar tersebut, tidak beraktivitas sejak beberapa hari ini. Para nasabah yang datang ke kantor tersebut juga kecewa, sebab mereka tidak bisa mendapatkan kepastian pengembalian uang mereka.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
















