Jakarta, Aktual.com – Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan ditutup stagnan usai bank sentral menahan suku bunga acuan pada Kamis (21/11) lalu.
Rupiah ditutup stagnan di level Rp14.092 per dolar AS seperti posisi hari sebelumnya.
Analis Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto di Jakarta, Jumat (22/11), mengatakan, ditahannya suku bunga acuan oleh Bank Indonesia memengaruhi pergerakan rupiah hari ini.
“Mungkin ada juga efek dari bank sentral menahan suku bunga acuannya. Tapi kami menilai keputusan BI sudah tepat,” ujar Rully.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 5 persen.
Bank sentral juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah/unit usaha syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5 persen dan 4 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3 persen, dan berlaku efektif pada 2 Januari 2020.
BI menyebut kebijakan tersebut ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, pasar tampaknya masih khawatir atas status negosiasi perdagangan antara China dan Amerika Serikat.
“Selain suku bunga acuan BI, sentimen bagi rupiah hari ini masih terkait “trade war”,” kata Rully.
Kabar terakhir, Presiden China Xi Jinping akhirnya buka suara terkait perang dagang dengan AS. Xi Jinping mengatakan bahwa sebenarnya ia ingin menghindari perang dagang namun akan melawan jika dibutuhkan.
Jika Trump menandatangani undang-undang yang mendukung demonstran di Hongkong, maka perang dagang diperkirakan kembali memanas.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah Rp14.100 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.090 per dolar AS hingga Rp14.105 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat ini menunjukkan, rupiah menguat menjadi Rp14.100 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.112 per dolar AS.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan