Jakarta, Aktual.co — Wacana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan menuai pro dan kontra. Pasalnya dalam PP 99/2012 memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. 
Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin merestui langkah Menkumham Yosanna Laoly untuk merevisi PP nomor 99 tahun 2012 itu.
“Tapi Menkumham harus transparan, selektif dan sesuai prosedur dalam pemberikan remisi,” kata Politisi asal Partai Golkar itu ketika dihubungi Aktual.co, Selasa (24/3). 
Menkumham juga, sambung Azis, harus meminta pendapat dari kepala lembaga pemasyarakatan. “Itu juga haruss berdasarkan usulan dari Kalapas ke Kanwil,” kata Azis.
Seperti yang diketahui wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan disebut telah diketahui DPR. Meski tidak perlu mendapatkan persetujuan DPR, rencana revisi PP 99/2012 didukung DPR. 
“Itu waktu raker (rapat kerja) lalu (DPR dukung revisi PP),” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Minggu (22/3). 
Dia menyatakan bahwa PP 99/2012 memang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan. “Pasti (bertentangan) kalau dilekatkan,” ujarnya. 
Dia mengingatkan kembali bahwa revisi PP 99/2012 masih bersifat wacana. “Ini masih wacana tapi bergulir terus ini. Peradi mau bikin diskusi, beberapa kampus juga mau bikin diskusi,” ucap mantan Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Dalam PP 99/2012 memang terdapat aturan mengenai pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, yaitu kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. 
Pada Pasal 34 B dijelaskan, remisi diberikan menteri setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Artinya, apabila narapidana itu terkait kasus korupsi, lembaga terkait yang dimaksud adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal inilah yang dinilai bertentangan dengan UU Pemasyarakatan. 
Laporan: Wisnu Jusep

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby