Jakarta, Aktual.co — Denny Indrayana, melalui kuasa hukumnya, Heru Widodo membantah telah merugikan uang negara sebesar Rp 32,4 miliar saat menjadi penanggungjawab proyek payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Heru, jumlah itu bukanlah kerugian negara seperti yang dituduhkan Bareskrim Polri. Jumlah itu, kata Heru adalah nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Soal informasi kerugian negara Rp 32,4 miliar tidak tepat. Karena angka itu menurut laporan BPK tanggal 30 Desember 2014 bukanlah kerugian negara tapi itu nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang disetor ke negara dari hasil pembuatan paspor,” jelas Heru, di Bareskrim Mabes Polri, Selasa (24/3).
Lebih jauh Heru menjelaskan, dalam laporan BPK itu sama sekali tidak disebut adanya total kerugian negara yang ditimbulkan dari program pembayaran paspor secara elektronik.
“Hitungan kerugian negara itu tidak ada, diperkuat pula dengan informasi Bareskrim sedang menunggu penghitungan yang dilakukan BPK,” ungkapnya.
Heru juga membantah adanya pungutan liar sebesar Rp 605 juta dari program pembayaran paspor secara elektronik ini. Menurutnya, jika benar ada dana senilai Rp 605 juta itu, Heru berkeyakinan uang itu merupakan biaya resmi dalam transaksi perbankan yang ditarik senilai Rp 5000 untuk setiap transaksi pembuatan paspor.
“Soal pembayaran paspor secara elektronik itu tidak wajib, dan merupakan pilihan pemohon paspor sendiri dan atas persetujuan pemohon pembuat paspor,” tuntasnya.
Bantahan dari pihak Denny ini bertolak belakang dengan pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Anton Charliyan yang mengatakan adanya pungutan tidak sah dalam kasus yang diduga kuat melibatkan bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.
Menurut Anton berdasarkan penyelidikan sejak Desember 2014, penyidik menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 32.093.692.000. Penyidik juga menemukan dugaan pungutan liar sebesar Rp 605 juta dari sistem tersebut.
“Apalagi, pembukaan rekening itu seharusnya atas seizin menteri. Nah ini tidak, rekening itu hanya diketahui pimpro (pimpinan proyek) dan pihak bank swasta,” ujar Anton di kantornya, beberapa waktu lalu.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















