Jakarta, aktual.com – Pemanfaatan lahan gambut untuk program perhutanan sosial akan dilakukan secara hati-hati dan akan mendapatkan pendampingan, kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

“Sudah ada regulasinya. Yang paling penting kalau di gambut itu tidak boleh ditoreh, tidak boleh dibuka secara fisik, tapi bisa untuk jasa lingkungan, misalnya. Atau nanti dilihat, kalau itu wilayah budidaya atau buka. Ada ruang yang harus diberikan pembatasan. Tapi, prinsipnya kita memang sangat hati-hati,” ujar Menteri Siti usai memberikan penghargaan kepada tokoh Hutan Sosial di Festival PeSoNa di Kantor KLHK di Jakarta, Kamis (28/11).

Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya baru-baru ini telah menandatangani Peraturan Menteri (Permen) Nomor P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 Tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut.

Dalam peraturan tersebut, skema perhutanan sosial yang akan diterapkan dalam ekosistem gambut adalah hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa, kemitraan kehutanan dan hutan adat.

Menurut Menteri Siti, khalayak awam ketika mendengar hutan sosial akan mengasosiasikannya dengan penebangan pohon lalu menggantinya dengan vegetasi lain, padahal sebetulnya masih ada pola lain untuk pemanfaatan lahan gambut dalam konteks hutan sosial.

Hal serupa diungkapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto bahwa bisnis model hutan sosial di lahan gambut adalah bisnis non-kayu.

“Kalau di kubah dalam, fungsinya lindung. Tapi, hutan sosial masih boleh di hutan lindung tapi dalam bentuk jasa lingkungan dan non-kayu. Kalau gambut budidaya, kita main agroforestry tetapi dengan teknik paludikultur,” ujar Bambang, yang juga menghadiri festival tersebut.

Sementara itu, sebelumnya KLHK telah memverifikasi teknis wilayah yang akan menjadi perhutanan sosial di lahan gambut yang mencapai 230.728 hektare pada akhir Oktober. Namun, menurut Bambang, terjadi kenaikan menjadi sekitar 257.000 hektare. [Eko Priyanto]

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin