Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi menilai seharusnya organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) memperoleh surat keterangan terdaftar (SKT) ormas dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Ya, seharusnya ada peluang (FPI peroleh SKT), apalagi AD/ART FPI mengakui Pancasila. Soal NKRI Bersyariah, tinggal dijabarkan apa yang dimaksud,” kata Achmad Baidowi di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (29/11).
Untuk memberikan SKT atau tidak, menurut dia, tinggal dilihat apakah sebuah ormas mengakui Pancasila atau tidak. Kalau mengakui, surat tersebut harus dikeluarkan.
Menurut dia, NKRI Bersyariah yang menjadi polemik karena ada dalam AD/ART FPI harus dimaknai sebagai sebuah konsepsi, bukan ideologi sehingga seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
“Bukan sebuah ideologi, melainkan sebuah konsepsi dalam hidup bernegara menjalankan tata aturan kenegaraan dan keislaman seperti yang terimpelimentasikan dalam sebuah undang-undang,” ujarnya.
Achmad Baidowi menilai NKRI Bersyariah yaitu menjalankan aturan nilai kenegaraan disandingkan dengan nilai-nilai keislaman, seperti yang terimplementasikan oleh sejumlah UU.
Baidowi mencontohkan UU Perbankan Syariah dan UU Jaminan Produk Halal yang merupakan implementasi nilai-nilai keislaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga tidak perlu dipermasalahkan.
“NKRI Bersyariah itu bukan ingin mengganti bentuk negara kita, melainkan bagaimana mewarnai jalannya kehidupan bernegara dengan memasukkan nilai-nilai keislaman bagi seperangkat regulasi yang memang dikhususkan untuk umat Islam,” katanya.
Baidowi mencontohkan UU Perbankan Syariah dan UU Jaminan Produk Halal diperuntukan penggunanya adalah umat Islam sehingga bagi umat nonmuslim tidak masalah apabila tidak menggunakannya.
Selain itu, menurut dia, kalau Kemendagri masih keberatan terkait dengan konsepsi kafah khilafah, harus dimintai penjelasan kepada FPI, apa yang dimaksudkan dengan khilafah.
Menurut dia, apakah khilafah sebagai konsensi sebagai implementasi dalam ajaran keislaman di muka bumi atau sebagai sebagai bentuk negara.
“Kalau khilafah dalam bentuk negara, itu tidak boleh. Namun, kalau khilafah sebagai yang ada pada Alquran dan hadis bahwa manusia di dunia ini adalah khilafah, ya, boleh,” katanya.
Kalau khilafah seperti yang dimaksud HTI sebagai sebuah konteks negara, dia menegaskan bahwa itu tidak boleh.
Oleh karena itu, kata dia, lebih baik dimintai penjelasan kepada FPI agar tidak salah paham dan tidak multitafsir sehingga masing-masing pihak bisa saling menghargai dan memahami.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan