Banyuwangi, aktual.com – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Haritono, menyatakan untuk menjadi bangsa yang maju tak cukup dengan hidup rukun dan toleran.

“Ciri orang Pancasilais adalah rukun toleran tetapi tak mungkin kita bisa menjadi bangsa berdaulat bangsa yang makmur kalau cuma sekadar rukun, sekadar toleran, kita harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” ucap Hariyono.

Hal tersebut dikatakannya dalam kegiatan “Sosialisasi Pancasila kepada Pendidik sebagai Upaya Mencegah Benih-Benih Intoleransi, Terorisme, dan Radikalisme di Kalangan Pemuda” di Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (1/12).

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa untuk bisa memajukan bangsa harus ada kreativitas, inovasi, dan prestasi.

“Sekarang untuk bisa memajukan harus ada kreativitas, inovasi, prestasi. Tanpa ada inovasi tanpa ada prestasi lalu apa yang dibanggakan,” kata Hariyono.

Selain itu, ia juga meminta agar guru-guru yang mengajar tentang Pancasila juga bisa memahami ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Selama ini, guru-guru Pancasila seolah-olah ilmu pengetahuan dan teknologi bukan bidangnya, Jangan sampai nanti guru-guru Pancasila seolah-olah tidak nyambung kalau diajak ngomong revolusi industri 4.0 Justru, sebetulnya guru-guru Pancasila itu lah yang membawa bangsa kita ini menjadi bangsa yang maju, adil, dan makmur,” tuturnya.

Dalam kegiatan tersebut, Hariyono juga menekankan bahwa kebanggaan nasional selalu terkait dengan Pancasila.

“Kita ambil contoh saja apakah atlet kita kalau ikut lomba bisa menjadikan lagu Indonesia Raya dinyanyikan kalau dia tidak juara. Sekarang bapak ibu coba kemarin (tim sepak bola SEA Games 2019) Indonesia menang 2-0 Thailand kemudian dengan Singapura 2-0. Bapak ibu bangga tidak?,” ucap Hariyono kepada peserta kegiatan.

Menurut dia, kemenangan Indonesia tersebut bisa menimbulkan suatu kebanggaan nasional. Namun jika kalah, kata dia, kita tetap berusaha untuk tidak mengeluh dan menyerah.

“Ini artinya apa Bapak Ibu ketika kita bicara Pancasila, selalu terkait dengan kebanggaan nasional sehingga walaupun bangsanya kalah kita tetap berusaha untuk menutupi kekurangan kekalahan itu agar kita tidak mengeluh dan menyerah tetapi kita tetap optimis,” kata dia.

Ia pun mencontohkan Amerika Serikat yang mengalami kekalahan saat Perang Vietnam.

“Contoh, Amerika itu di Vietnam kalah tetapi kalau lihat film Rambo menang, ini contoh. Bangsa Amerika yang sebesar itu pun tidak memaparkan sejarah apa adanya, dia ingin melihat prospek ke depan,” ujar Hariyono.

Demikian juga, kata dia, yang dilakukan Jepang bahwa tidak ada penjajahan melainkan mengembangkan peradaban.

“Jepang juga demikian, di buku-buku teks pelajaran sejarah Jepang, tidak ada Jepang menjajah itu, tidak ada. Yang dilakukan adalah mengembangkan peradaban Jepang,” ujar Hariyono.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin