Terlihat para Pegawai Negeri Sipil (PNS) pulang cepat dan keluar dari gedung Balaikota, Jakarta, Senin (6/6/2016). Pemprov DKI Jakarta mengubah jam kerja bagi PNS di lingkungan Pemprov DKI selama bulan suci Ramadhan dengan memajukan jam pulang kerja lebih awal yakni pukul 14.00 WIB.

Jakarta, aktual.com – Batas usia pensiun pegawai negeri sipil sebagaiman diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN) diusulkan agar direvisi dari usia 58 tahun menjadi 45 tahun.

Menurut kader PDIP, Djosi Djohar, perubahan ini akan mampu membuka kesempatan kerja yang lebih luas dan meningkatkan produktifitas perekonomian negara.

“Batas usia pensiun saat ini 58 tahun, sedangkan usia produksif katakanlah 70 tahun. Berati dia punya 12 tahun pasca pensiun, itu waktu yang singkat untuk banting setir setelah pensiun. Kalau batas usia pensiun 45 tahun, berarti dia punya waktu 25 tahun untuk berkecimpung pada bidang swasta, ini lebih strategis,” tutur Djosi kepada media di Jakarta, Minggu (1/12).

Penting untuk diingat, tegas Djosi yang juga merupakan konsultan teknik dan manajemen, negara maju adalah negara dengan persentase wiraswasta atau pengusahanya yang tinggi, artinya dengan revisi UU tersebut, pemerintah mendukung pertumbuhan kuantitas jumlah pengusaha.

Sedangkan pada saat bersamaan, sirkulasi sumber daya manusia dalam tubuh birokrasi mampu berjalan dengan cepat sehingga penyerapan pegawai juga lebih besar.

“Jadi perputarannya cepat, dengan begitu pemeritah bisa menyerap pegawai baru, tenaga muda yang segar, yang cepat beradap tasi terhadap perubahan global. Birokrasi akan lebih dinamins. Yang pasti kesempatan penerimaan pegawai akan menekan angka pengangguran,” tuturnya.

Sementara bagi pegawai yang masuk usia pensiun 45 tahun, dengan segenab bekal pengalaman, keterampilan dan kemandirian selama menjadi ASN, kemudian ditambah rentang waktu dan kesempatan usia produktif selama 25 tahun pasca pensiun, diyakini akan lebih mampu beradaptasi dalam dunia wiraswasta, lebih-lebih diharapkan mampu membuka lapangan keja yang juga lebih luas.

“Dengan pensiun usia 45 tahun maka ASN masih punya waktu panjang untuk menata masa usia produktifnya. Mereka mulai mempersiapkan keterampilan dan menjaga moralitas serta integritasnya untuk menghadapi pasca pensiun. Sekarang pensiun usia 58, orang nggak punya lagi semangat produktif pasca pensiun, akhirnya korup ngumpulin harta untuk masa tua,” imbuhnya.

Tidak kalah penting tegas Djosi, upaya revisi UU ASN ini juga selaras dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memangkas jabatan tingkat eselon III dan IV.

“Kalau UU ASN tidak direvisi dan batas usia pensiun tetap 58, maka kebijakan pemangkasan eselon III dan IV akan membuat sirkulasi jabatan birokrasi tidak berjalan baik. Kasihan nanti usia hingga pensiun 58, tapi tetap bersatus sebagai staff, tak pernah dapat jabatan eselon, karena numpuk antrian. Tapi kalau UU itu direvisi, maka akan mengantisipasi permasalahan tersebut,” kata Djosi.

Kemudian selain pemangkasan batas usia pensiun, Djosi juga mengusulkan agar jabatan tinggi birokrasi hendaklah dijabat oleh tenaga profesional dengan memberikan partisipasi seluas mungkin kepada masyarakat termasuk pensiunan ASN yang memiliki kompetensi.

“Selama ini kan jabatan politik dibawahnya langsung dijabat orang birokrat yang ‘karatan’. Mentri atau Kepala Daerah akan sulit mendobrak atau memberikan hal-hal yang baru ke mereka. Akibatnya para pimpinan mengikuti arus yang ada. Kalau Menteri dan kepala daerah dibantu oleh tim profesional akan lebih mudah melakukan terobosan-terobosan,”pungkasnya.

Sementara politisi Hanura, Inas N Zubir menyarankan agar usulan itu terlebih dahulu dikaji secara ilmiah sehingga dapat dipastikan bahwa perubahan batas usia tersebut benar-benar memberi keuntungan dari berbagai asfek.

“Apabila penataan kembali birokrasi tersebut memang dibutuhkan, maka perlu dikaji secara ilmiah, apakah batas usia pensiun tersebut akan mendorong kinerja pemerintah yang lebih dinamis?” Tutur dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin