Jakarta, aktual.com – Ombudsman Republik Indonesia menyerahkan laporan akhir hasil pemeriksaan atas ditemukannya maladministrasi pada kegiatan Deklarasi Damai untuk menyelesaikan dugaan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Dusun Talangsari Way Jepara Lampung Timur, Provinsi Lampung.

“Penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat Talangsari melalui Deklarasi Damai tidak sesuai Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” ujar Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy di Kantor Ombudsman RI Jakarta, Kamis (5/12).

Penemuan maladministrasi terutama karena tindakan ‘tim terpadu penanganan dugaan pelanggaran HAM berat’ tidak diperkuat dengan landasan Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial. Di sana ada persyaratan tertentu yaitu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi secara nonyudisial harus didasarkan dengan UU.

Misalnya, pada pertimbangan angka 2 dalam Deklarasi Damai menyebutkan bahwa “selama tiga puluh tahun telah dilakukan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan proses penanganan dalam bentuk pemenuhan hak-hak dasar korban dan keluarga korban.

Namun, hasil investigasi Ombudsman RI, pemenuhan hak-hak dasar korban dan keluarga korban maupun warga masyarakat di Dusun Talangsari belum berjalan maksimal.

Menurut Suaedy, belum semua korban mendapatkan pelayanan publik maksimal, terutama karena ada korban yang belum tercatat di Komisi Nasional HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Karena lokasi kejadian masih belum normal, masyarakat masih belum berani menggarap tanah. Proses itu masih belum selesai meski sudah dilakukan Supaya dipikirkan bagaimana masyarakat berani menggarap tanah itu lagi,” ujar Suaedy.

Suaedy memberi saran agar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melakukan tindakan korektif atas Deklarasi Damai agar sesuai dengan UU 26 tahun 2000.

Selain itu, Menko Polhukam dianggap perlu menyiapkan regulasi sesuai persyaratan dalam pasal 47 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat secara nonyudisial.

Terakhir, Ombudsman meminta kepada Menkopolhukam bekerja sama dengan LPSK, Komnas HAM, Gubernur Lampung, Bupati Lampung Timur memberikan pelayanan publik maksimal di wilayah terjadinya pelanggaran HAM berat di Dusun Talangsari tanpa diskriminasi.

Di samping memberikan saran perbaikan kepada Menkopolhukam, Ombudsman RI juga nantinya akan memberikan tindakan korektif kepada Komnas HAM RI dan LPSK.

“Tidak berarti apa yang dilakukan tim terpadu sepenuhnya salah. Karena mereka melakukan pelayanan publik. Tapi kami berharap pelayanan publik tidak diskriminatif,” tutur Suaedy berharap.

Ditemui di tempat yang sama, Asisten Deputi Koordinator Pemajuan dan Perlindungan HAM Kemenko Polhukam, Rudy Syamsir mengatakan rekomendasi ombudsman akan ditindak lanjuti.

“Kami siap menindaklanjuti laporan yang direkomendasikan ombudsman, tiga puluh hari bisa kami sampaikan ke Ombudsman,” ucap Rudy.

Kendati demikian, ia mengatakan jika sudut pandang Ombudsman RI dan Kemenko Polhukam, masing-masing punya dasar-dasar kuat menyampaikan pendapat.

Rudy mengatakan jika Kemenko Polhukam juga melakukan kegiatan tidak lepas dari peraturan perundang-undangan.

“Jangan berargumen dengan satu dua UU yang bisa kita gunakan. Tapi ada UU lain yang bisa digunakan untuk mencapai keinginan tersebut,” ujar dia.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin