Jakarta, aktual.com – Pembangunan industri garmen di Indonesia perlu disertai dengan membangun ekosistem inovasi untuk menambah nilai, menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wati Hermawati.

“Status kondisi saat ini dari industri garmen nasional skala besar memang digiring ke arah industri 4.0 dan kami melihat bahwa adanya upaya untuk sampai ke sana,” ujar Wati ketika ditemui dalam diskusi publik tentang kesiapan Indonesia hadapi Revolusi Industri 4.0 di Jakarta, Kamis (12/12).

Wati bersama timnya dari Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI melakukan penelitian untuk melihat kesiapan industri garmen dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang dipastikan akan membawa perubahan dalam sektor manufaktur.

Industri garmen merupakan sektor manufaktur non-migas terbesar ketiga di Indonesia dan menyumbang Rp150,43 triliun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Tidak hanya itu, industri ini juga menyerap 1,8 juta jiwa tenaga kerja dengan 60 persen darinya adalah perempuan.

Tapi, sekitar 61 persen hasil produksi industri garmen Indonesia ditujukan untuk keperluan ekspor dan posisinya sendiri berada pada nilai tambah terendah dalam rantai nilai global yakni hanya sebagai bagian dari produk sesuai dengan pesanan dengan fokus produk yang sempit.

Kemampuan level desain dan inovasi dari industri garmen Indonesia masih minim dengan mayoritas perusahaan garmen nasional beroperasi atas dasar pesanan dan menjadi pusat produksi bagi perusahaan pemegang merek dan pembeli global, demikian menurut hasil penelitian Wati bersama tim yang menggunakan metode studi kasus di beberapa perusahaan garmen skala besar di Banten dan Jawa Tengah.

Oleh karena itu, LIPI memberikan rekomendasi perlunya membangun ekosistem inovasi yang didukung oleh empat hal yaitu penguatan rantai pasok dan rantai nilai dalam negeri dan memperkuat lembaga penelitian dan pengembangan untuk garmen dan tekstil.

Tidak hanya itu, pemerintah juga direkomendasikan untuk berkolaborasi dengan industri garmen dalam meningkatkan sumber daya manusia melalui pemberian insentif lembaga pendidikan dan pelatihan khusus.

Rekomendasi yang terakhir adalah memberikan dukungan bagi industri untuk melakukan investasi teknologi.

“Jadi bahan baku di dalam negeri belum terbangun. Itu kan ada di industri hulu, bukan di industri garmen. Karena itu kami mengusulkan bahwa rantai pasok di dalam negeri harus juga kita bangun. Selain itu kegiatan litbang di industri garmen dan tekstil itu belum sinkron, belum terimplementasi antara industri dengan lembaga litbang,” ujar Wati.

Hal itu perlu dilakukan karena industri garmen masuk dalam salah satu program peta jalan Making Indonesia 4.0 yang dibuat pemerintah sebagai panduan implementasi strategi memasuki era industri 4.0, tegas Wati. (Eko Priyanto)

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin