Jakarta, aktual.com – Sebanyak 1.000 kader Aisyiyah,  organisasi wanita dalam Muhammadiyah, diterjunkan ke berbagai kota di Indonesia untuk memberikan pendidikan  kepada masyarakat terkait gizi termasuk di dalamnya bijak menyikapi iklan produk nutrisi yang kerap tidak sesuai untuk anak.

Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa di Jakarta, Kamis (19/12), mengatakan sepanjang 2019, PP Aisyiyah bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) secara rutin telah melakukan pendidikan tentang gizi dan bijak mengonsumsi susu kental manis di sejumlah kota di Indonesia.

“Di antaranya adalah di Padang, Lombok, Cirebon, Serang, Bandung, dan Jambi dan telah menerjunkan sekitar 1.000 kader kami,” katanya.

Ia menegaskan perlunya dilakukan pendidikan gizi termasuk tentang cara penggunaan susu kental manis yang bijak dan tepat.

Pendidikan dilakukan secara berjenjang melalui para kader agar edukasi tentang bijak mengkonsumsi susu kental manis dapat sampai ke masyarakat secara lebih luas.

“Ibu harus mampu memilah dan memilih dengan baik produk pangan yang banyak diiklankan di media massa,” katanya.

Tidak hanya itu, kata dia, terhadap pemerintah dan para pengambil kebijakan advokasi juga gencar dilakukan.

“Kami bersinergi dengan BPOM, baik di pusat maupun di daerah, serta Dinas Kesehatan untuk melaporkan segala hal yang terjadi pada penyimpangan label dan iklan susu kental manis. Kami juga mengharapkan partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi,” kata Chairunnisa.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menjelaskan, kader-kader Aisyiyah yang mengikuti kegiatan pendidikan itu diharapkan dapat menyampaikan lagi informasi tersebut kepada lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga dan tetangga sekitar.

“Kader-kader yang mengikuti kegiatan edukasi ini, yang notabene adalah perempuan dan ibu nantinya akan meneruskan lagi informasi tentang gizi untuk anak dan keluarga kepada lingkungan terdekatnya. Jadi sebenarnya sudah lebih dari 1.000 orang yang terdidik. Kami harapkan pendidikan berjenjang seperti ini akan efektif mengedukasi masyarakat untuk tidak lagi memberikan susu kental manis sebagai minuman untuk anak,” katanya.

Lebih lanjut, Arif menjenlaskan alasan gencarnya YAICI dan Aisyiyah melakukan pendidikan tentang gizi dan cara bijak mengonsumsi susu kental manis adalah berdasarkan temuan pada 2018. Sebanyak 4 kasus gizi buruk terjadi pada anak rentang usia 0 – 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi di Batam, Kendari, dan Sulawesi Selatan. Satu orang diantaranya meninggal pada usia 10 bulan.

Dalam temuan itu diketahui orang tua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak, terlebih harganya yang ekonomis, dan kemasan iklan yang menampilkan susu kental manis sebagai minuman susu.

Menindaklanjuti temuan tersebut, berbagai upaya dilakukan YAICI dalam rangka pencegahan kesalahan mengubah persepsi salah di kalangan masyarakat tentang susu kental manis. Di antara yang telah dilakukan adalah bermitra dengan banyak pihak, salah satunya adalah PP Aisyiyah untuk melakukan pendidikan kepada masyarakat.

Tidak hanya itu, pada periode September – November 2019, YAICI bersama Majelis Kesehatan PP Aisyiyah juga melakukan survei konsumsi susu kental manis atau krimer kental di Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara Manado.

Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak.

“Sebanyak 37 persen responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping, dan 73 persen responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi,” katanya.

Ia mengatakan, televisi sudah menjadi konsumsi harian masyarakat yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi.

“Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang yang akhirnya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan. Salah satu contohnya adalah susu kental manis, selama ini diiklankan sebagai susu, maka hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang,” demikian Arif Hidayat. (Eko Priyanto)

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin