Jakarta, aktual.com – Kasus gagal bayar Jiwasraya kepada nasabahnya terus bergulir. Kasus yang menjadi perhatian pemerintah Presiden Joko Widodo ini juga menjadi perhatian serius oleh Yayasan Lembaga Konusmen Indonesia (YLKI).

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai kasus gagal bayar Jiwasraya ini menunjukkan keteledoran dan kegagalan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas lembaga keuangan. Apalagi kasus gagal bayar dan permasalahan yang terjadi di Jiwasraya sudah berlangsung lama.

“OJK itu mandul. Harusnya dengan adanya OJK, kejadian banyak asuransi mengalami gagal bayar itu tidak terjadi. Harusnya OJK mampu mendeteksi sejak dini dengan kewenangan fungsi pengawasannya, tetapi hal ini nyatanya tidak terjadi. Jadi OJK selama ini ngapain saja kalau nggak melakukan pengawasan! karena tujuan pembentukan OJK itu untuk perlindungan konsumen dengan cara mengawasi industri keuangan,” katanya melaui siaran persnya di Jakarta, Senin (6/1).

Menurutnya, bobroknya kinerja OJK tak terlepas dari integritas lembaga itu dinilai tidak mampu bersikap independen. Pasalnya biaya operasional lembaga itu didapat dari iuran lembaga keuangan yang diawasinya.

“Saya kira kasus ini terjadi karena ada kesengajaan pembiaran dari OJK, entah apa motifnya. Selama ini kita menilai OJK tidak independen dalam pengawasan karena biaya operasional OJK itu iuran dari industri finansial, bukan dari APBN. Gimana mau ngawasi industri keuangan mereka kalau makannya dari mereka. Semakin besar iurannya kepada OJK dapat berpotensi semakin tidak optimal pengawasannya kepada industri itu,” tutur dia.

Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman mengatakan, lembaganya akan segera memanggil dan meminta keterangan OJK selaku pengawas lembaga keuangan di Indonesia. Lanjut Alamsyah, Ombudsman saat ini tengah mempelajari kasus-kasus yang terjadi di pasar modal dan industri keuangan. Termasuk pengawasan yang seharusnya menjadi tugas dan kewenangan dari OJK. Selaku regulator di pasar modal dan lembaga keuangan.

“Kita lagi mempelajari apakah sistem pengawasan OJK sudah berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya atau tidak. Seharusnya sebagai lembaga pengawas dibidang keuangan, mereka memiliki sistem deteksi dini. Apalagi setiap tiga bulan sekali OJK menerima laporan dari bank, asuransi dan lembaga keuangan. Namun kenyataannya kan tidak jalan,” terang Alamsyah.

Alamsyah menilai saat ini Ombudsman melihat akuntabilitas dalam menyelesaikan kasus di pasar modal dan lembaga keuangan yang dilakukan oleh otoritas terkait terbilang sangat buruk. Jika otoritasnya tidak memiliki akuntabilitas, Alamsyah khawatir akan merusak sistim perekonomian nasional yang lebih besar dikemudian hari.

Ini dibuktikan dengan kasus yang kerap berulang dan tidak pernah terselesaikan. Dari informasi yang diterima oleh Alamsyah, kasus di institusi keuangan yang menjadi ranah pengawasan OJK tidak hanya terjadi di Jiwasraya saja. Ada beberapa laporan yang masuk ke Ombudsman terkait lembaga keuangan yang memiliki masalah besar seperti Jiwasraya.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin