Nelayan tradisional menarik pukat darat saat menangkap ikan di perairan Pantai Kampung Jawa, Banda Aceh, Aceh, Kamis (2/1/2020). Hasil tangkapan nelayan tradisional di daerah itu menurun karena perairan berlumpur dan dipenuhi sampah. ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.

Jakarta, aktual.com – Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) mendorong pemerintah untuk dapat menerapkan kebijakan yang betul-betul mendorong pemerintah untuk segera mengisi kesenjangan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya perikanan di kawasan perairan Natuna.

“Optimalkan sistem hub logistik dan rantai dingin untuk industri perikanan,” kata Ketua Umum Iskindo, Zulficar Mochtar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (13/1).

Zulficar mengingatkan bahwa berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), laut Natuna yang merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 memiliki potensi ikan lestari sebanyak 767.000 ton, namun sudah dengan tingkat pemanfaatan yang tinggi.

Apalagi, lanjut Zulficar, ikan jenis tertentu seperti pelagis kecil, udang, dan kepiting sudah masuk kategori eksploitasi berlebih sehingga perlu benar-benar ada rencana pelestarian terhadap beragam jenis tersebut.

“Rencana pemerintah mengirimkan 120-500 kapal dan nelayan Pantura ke Natuna perlu didukung, namun dengan pertimbangan yang matang terutama perlu memperhatikan kuota dan izin tangkap, penggunaan jenis alat tangkap, dan sesuai dengan rencana pengelolaan perikanan yang sudah disusun oleh pemerintah,” katanya.

Ia juga menyatakan pemerintah perlu mengoptimalkan keberadaan Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT) Natuna sebagai sistim hub logistik dan rantai dingin perikanan.

Hal ini bertujuan agar kegiatan perikanan di Natuna dapat berjalan secara efisien. Oleh karena itu, melengkapi sarana dan prasarana SKPT dan menciptakan investasi dalam kawasan SKPT merupakan hal yang urgen dilakukan agar kegiatan perikanan dapat berlangsung secara optimal dan merupakan satu rangkaian bisnis perikanan dari hulu ke hilir.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, pengurusan dokumen perizinan perikanan masih menjadi masalah umum yang dihadapi nelayan di berbagai daerah di Indonesia.

“Kendalanya mulai dari kondisi geografis yang memerlukan inovasi pelayanan serta sarana pendukung instalasi online yang kurang memadai,” kata Abdul Halim kepada Antara.

Selain itu, lanjut Abdul Halim, terdapat pula permasalahan aspek postur seperti jumlah pegawai yang tidak mencerminkan kebutuhan riil yang terdapat di lapangan.

Dalam konteks itu, ujar dia, maka Presiden Joko Widodo perlu lebih jeli dalam melakukan penataan pelayanan publik di sektor perikanan.

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto