Makassar, aktual.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyarankan pemerintah agar dalam jangka pendek melakukan perubahan tata niaga impor garam industri untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuatan pasar oleh importir garam.
“Masalah garam memang menjadi perhatian banyak pihak karena kita adalah penghasil garam tapi di sisi lain juga terus impor garam,” ujar Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat [7/2].
Ia mengatakan rendahnya kualitas garam yang dihasilkan oleh para petambak garam berdasarkan pengujian dari industri makanan dan minuman menyebabkan sulit bersaing dengan produk luar negeri.
Guntur menyatakan perubahan tata niaga impor garam industri untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuatan pasar oleh importir garam. Selanjutnya membuat akurasi neraca garam yang lebih tepat sehingga serapan garam dalam negeri lebih dapat dioptimalkan
Selain itu, pengumpulan data produksi garam dari setiap daerah di Indonesia akan dijadikan bahan untuk dilakukan kajian dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah.
Pengkajian mendalam mengenai garam produksi dalam negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam hal ini KPPU untuk tetap menjaga semangat para petambak agar harga garam tidak terlalu anjlok.
“Yang pasti saran dan rekomendasi sudah kami serahkan kepada pemerintah. Kita tetap berupaya agar garam lokal bisa teralokasi ke industri-industri,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, kuota impor garam untuk industri makanan dan minuman yang disetujui pada tahun ini di bawah rekomendasi yang diberikan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), yakni di bawah 550.000 ton.
“Garam untuk industri makanan dan minuman ada kemungkinan kurang. Tidak tahu apakah itu garam industri sektor lain bisa digeser atau tidak, kita tunggu saja,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono.
Dia menilai, rendahnya kuota impor yang diberikan merupakan strategi agar industri makanan dan minuman menggunakan garam lokal. Kuota impor garam tersebut akan dievaluasi pada awal kuartal II-2020.
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto