Padang, aktual.com – Menikmati secangkir kopi panas ditemani dengan pisang goreng adalah perpaduan sempurna teman penyambut pagi atau saat sore menjelang bagi warga Minang di Sumatera Barat.
Wanginya pisang goreng hangat dinikmati sembari bercengkerama dengan keluarga atau pun teman di warung kopi merupakan cara sederhana menikmati hidup dengan menikmati hasil alam sekitar.
Pisang goreng merupakan salah satu penganan yang tidak asing lagi bagi warga Sumbar. Berbahan baku pisang kepok atau pisang batu penganan ini sebelum digoreng dengan minyak panas dibaluri dengan adonan tepung beras.
Tidak semua jenis pisang bisa dibuat sebagai pisang goreng dan yang paling pas adalah pisang kepok karena bentuknya yang gempal serta tidak terlalu panjang.
Pada 1980 Nagari Selayo yang berada di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dikenal sebagai salah satu penghasil pisang kepok yang tersohor.
Namun pada 1986 berdasarkan data yang dihimpun dari Balai Penelitian Buah Tropika Aripan, Solok populasi pisang kepok di Selayo menurun drastis karena serangan penyakit layu bakteri dan penyakit layu fusarium.
Bahkan pada 1990 bisa dikatakan sekitar 90 persen pisang kepok di nagari itu sudah punah.
Selama ini masalah utama yang kerap dijumpai dalam budi daya pisang kepok adalah penyakit darah yang disebarkan serangga pengunjung bunga jantan yang hinggap pada jantung pisang sehingga jika jantung tidak dibuang tanaman akan terinfeksi bateri.
Kondisi ini diperparah oleh kebiasaan petani yang memotong batang, daun dan tandan pisang menggunakan alat yang sebelumnya dipakai pada tanaman yang telah terinfeksi sehingga menular kepada yang lain.
Karena terserang hama petani pun mulai meninggalkan pisang kepok dan beralih ke komoditas lain.
Pada 2009 Balitbu Masohi Maluku Tengah berhasil mengembangkan pisang kepok tanjung yang merupakan jenis pisang tidak mempunyai jantung sehingga terhindar dari serangan penyakit layu bakteri Ralstonia Solanacearum atau penyakit darah.
Nama “tanjung” merupakan singkatan dari “tanpa jantung” dan jenis pisang ini bisa menggantikan pisang kepok biasa.
Merujuk kepada brosur yang dikeluarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Kementerian Pertanian , selain tidak berjantung pisang kepok tanjung juga mempunyai ciri khusus yaitu saat tanaman masih muda mempunyai bentuk daun yang sempit dibanding pisang kepok biasa.
Tidak hanya itu bunga yang habis sampai ujung tandan membuat petani tidak perlu membuang jantung dan ukuran buahnya juga lebih besar dari pisang kepok biasa.
Dari sisi rasa pisang kepok tanjung memiliki tekstur lebih kenyal dan rasa buah lebih manis serta dalam kondisi tanah subur dapat menghasilkan 12 sampai 15 sisir buah per tandan.
Budidaya
Pada 2017 Balitbangtan Kementerian Pertanian memilih mengembangkan kembali pisang kepok di Nagari Selayo, Kabupaten Solok dengan varietas pisang kepok tanjung.
Nagari Selayo khususnya Jorong Lurah Nan Tigo dipilih sebagai lokasi pengembangan dalam rangka membangkitkan kembali nagari itu sebagai sentra pisang.
Selain itu tersedia lahan yang cukup luas dan petani setempat bersedia untuk menanam kembali pisang kepok.
Hasilnya saat ini telah ditanak pisang kepok tanjung di areal seluas hampir dua hektare dengan jumlah batang mencapai 1.800.
Saat panen perdana di Jorong Lurah Nan Tigo, Nagari Selayo pada 6 Februari 2020 Bupati Solok Gusmal menyampaikan pihaknya akan membudidayakan pisang kepok tanjung di Solok.
Menurutnya di Solok ada dua nagari yang fokus membudidayakan pisang yaitu Selayo dan Guguak.
Ia menceritakan sebelumnya pisang kepok sudah pernah dibudidayakan masyarakat puluhan tahun silam.
“Namun karena ada serangan hama masyarakat akhirnya meninggalkannya,” kata dia.
Akan tetapi sejak ada inovasi dari Kementan penanaman pisang kepok tanjung kembali menggeliat dan hasilnya dipasarkan hingga ke Kalimantan, ujarnya.
Ke depan dua nagari tersebut akan difokuskan sebagai pusat pengembangan pisang kepok tanjung yang juga bisa menjadi komoditas ekspor.
Kepala Puslitbang Hortikultura Kementan Hardiyanto mengatakan lingkungan di Sumatera Barat cukup mendukung untuk pengembangan pisang kepok tanjung.
Ia mengatakan pisang kepok tanjung berpotensi untuk ekspor produk olahan terutama tepung pisang mengisi pasar Jepang.
“Saat ini dibutuhkan tepung pisang hingga 10 ton per bulan, untuk memenuhi kapasitas produksi tepung tersebut setidaknya diperlukan pisang segar sebanyak 50 sampai 60 ton per bulan, oleh sebab itu pengembangan pisang kepok tanjung perlu didukung dalam rangka menyukseskan gerakan tiga kali ekspor komoditas pertanian,” kata dia.
Sementara penangkar pisang kepok tanjung di Nagari Selayo Firdaus (48) menceritakan pisang kepok tanjung bisa dipanen dalam kurun waktu satu tahun.
Pria yang sudah sembilan tahun membudidayakan pisang kepok tanjung tersebut menyampaikan untuk perawatan minimal dipupuk sekali sebulan dengan pupuk kandang.
“Satu batang pisang isinya dalam satu tandan mencapai 340 buah, kalau di jual bisa mencapai Rp350 ribu per tandan,” ujar sosok yang akrab dipanggil Pak Kasih.
Selain itu menurutnya rasa pisang kepok tanjung lebih manis dibandingkan pisang kepok biasa dan tanpa biji.
Ia menyebutkan saat ini di kebun miliknya sudah ditanam 8.000 batang pisang kepok tanjung.
Awalnya dari dua batang kemudian dikembangkan hingga saat ini jadi 8.000 batang.
Ia juga menyediakan anakan pisang kepok untuk dibudidayakan dengan harga Rp20 ribu per batang.
Untuk mendukung pengembangan pisang kepok tanjung di Nagari Selayo, Bank Indonesia perwakilan Sumatera Barat memberikan bantuan sarana penunjang pertanian sebagai upaya mendukung pengembangan sektor tersebut.
“Nagari Salayo saat ini sedang dirintis menjadi sentra pisang kepok, untuk mendukung pengembangan kami memberikan bantuan berupa pembangunan mushala, saung, toilet hingga instalasi air di Jorong Lurah Nan Tigo,” kata Deputi Direktur BI perwakilan Sumbar Gunawan Wicaksono.
Bantuan tersebut diberikan kepada Kelompok Tani Serba Usaha dan diharapkan bisa menunjang fasilitas pertanian di daerah itu, kata dia.
Ia melihat selain potensi komoditas pertanian berupa pisang kepok dan durian, di Selayo juga potensial dikembangkan sebagai kawasan wisata agrobisnis.
Kelompok Tani Serba Usaha bisa menjadi pusat edukasi pertanian karena keberhasilan mengembangkan pisang kepok, ini bisa jadi tempat belajar sekaligus berwisata, ujarnya.
Dengan demikian menurut dia selain warga setempat menikmati hasil penjualan komoditas pertanian, pendapatan yang masuk dari kunjungan wisata akan semakin meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto