Jakarta, Aktual.co —Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon berpendapat politik keberpihakan pemerintah dalam urusan internal partai justru semakin menambah masalah. Kata dia, pemerintah harusnya tidak terlibat dalam satu politik keberpihakan terhadap salah satu kubu atau kelompok. “Kemudian mengacak-ngacak partai, di mana partai itu tidak termasuk dalam koalisi,” ujar Fadli, di Jakarta, Sabtu (21/3).
Menurutnya, situasi akan kondusif jika pemerintah tidak terlalu jauh mengintervensi dua partai politik yang berseteru, yaitu Golkar dan PPP.
Jika kemudian dari perpecahan partai itu memunculkan partai baru, Fadli berjanji DPR akan meninjau sesuai Undang-Undang yang ada. “Saya kira kalau parpol jelas sudah ada 10 yang ada di parlemen kalau mungkin nanti ada partai baru satu atau dua, kita lihat sesuai undang-undang nya,” ucap dia.
Sebelumnya, pendapat senada juga disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi.
Menurut dia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly telah mengorbankan kepentingan publik dengan buat keputusan di konflik internal partai PPP dan Golkar.
Dalam konflik internal partai, kata dia, Yasonna seharusnya tidak ikut campur dan membiarkan parpol menyelesaikan sendiri masalahnya. “Biarkan saja mereka adu jotos, itu kepentingan mereka sendiri,” ucap mantan juru bicara Presiden Abdurahman Wahid itu, di Jakarta, Selasa (17/3).
Ikut campurnya MenkumHAM di konflik internal partai pun dianggap hanya demi kepentingan sesaat saja, tanpa memikirkan akibat jangka panjangnya. Yakni kerapuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena Adhie berpendapat satu-satunya elemen yang dapat mengikat NKRI saat ini adalah partai politik. Sehingga bila parpol dipecah belah, maka akan terjadi kerapuhan NKRI hingga ke tingkat daerah.
“Kalau sudah begitu yang diuntungkan adalah para pemodal asing, mereka tidak perlu lagi minta izin ke pemimpin pusat partai politik ketika ingin mengembangkan usahanya di sebuah daerah, cukup langsung ke tingkat dewan perwakilan daerah saja,” ujar dia.
Sambung dia, sikap Menkumham mengobok-obok permasalah internal partai semakin menunjukkan kalau dia tidak memiliki pengalaman politik, baik di tingkat global ataupun nasional. Sehingga menyepelekan konflik PPP dan Golkar tanpa memikirkan masalah yang akan terjadi dalam jangka panjang.
“Menkumham hanya memikirkan keuntungan yang sifatnya jangka pendek. Misalnya penggunaan hak interpelasi dan angket tidak jalan, lalu dapat dukungan kuat parlemen. Tapi Menkumham tidak memikirkan dampak jangka panjangnya, di mana melihat kondisi saat ini masyarakat bisa semakin anti dengan parpol,” ucap dia.
Artikel ini ditulis oleh:

















