Jakarta, Aktual.co — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berencana akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Pasalnya PP tersebut membatasi hak narapidana tindak pidana khusus seperti korupsi.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso menilai, PP tersebut bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan.
“UU Pemasyarakatan kan memberikan 11 hak narapidana seperti remisi, hak untuk cuti, pembebasan bersyarat serta yang lainnya,” kata Sugeng di Jakarta, Jumat (20/3).
Menurut dia, konsep pemidanaan di Indonesia bukan sebagai dendam atau penghukuman serta pernyataan kebencian suatu penegak hukum.
“Konsep pemidanaan kita itu sebagai fungsi pembinaan manusia. Tentu melanggar hak asasi manusia (HAM) apabila hak-hak dari narapidana termasuk yang tindak pidana khusus menjadi dibatasi. Ingat, ada prinsip persamaan hak di depan hukum.”
Terlebih saat ini, kata dia, seorang narapidana tindak pidana korupsi, berhak mendapatkan remisi. Namun, remisi diterima setelah mendapatkan persetujuan oleh lembaga lain di luar pembinaan. Hal inilah yang menurutnya tidak tepat.
“Ada kewenangan lembaga lain yang diminta mengintervensi, itu tidak bisa,” kata dia.
Menteri Hukum dan HAM (menkumham)Yasonna Laoly mewacanakan untuk merevisi PP 99/2012. Menurut dia, maksud dari revisi bukan untuk memberikan ruang bagi koruptor.
“Saya kecewa dibilang Laoly obral remisi. Kemkumham (Kementerian Hukum dan HAM) hanya ingin atur pemberatan hukuman napi koruptor seperti apa,” kata Yasonna.
Menurut dia, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat tidak dapat digantungkan atau ditentukan oleh lembaga lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, atau kejaksaan.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















