Jakarta, Aktual.co — Pemerintah mengkaji percepatan pemberlakuan rezim izin usaha pertambangan khusus atau IUPK kepada PT Freeport Indonesia dari seharusnya setelah 2021 menjadi sebelum 2019. Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu di Jakarta, Jumat (20/3) mengatakan, pertimbangan percepatan pemberlakuan IUPK adalah mengakomodasi kepastian kelanjutan operasi Freeport setelah 2021.

“Freeport butuh kepastian operasi pasca-2021, terkait rencana investasi senilai 17,3 miliar dolar AS,” ucapnya.

Menurut dia, opsi percepatan perubahan kontrak karya (KK) Freeport menjadi IUPK tersebut, dengan syarat tidak menurunkan penerimaan negara.

Sesuai UU No. 22 Tahun 2001 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, rezim KK dihormati sampai habis masanya. Setelah habis masa KK-nya, perusahaan baru lah memakai rezim IUPK. Sementara, KK Freeport habis pada 2021, sehingga seharusnya baru setelah 2021, perusahaan tambang asal AS tersebut berubah menjadi IUPK.

Hanya saja, perubahan KK menjadi IUPK berimplikasi antara lain penurunan pajak penghasilan (PPh). Sesuai KK, Freeport dikenakan PPh sebesar 45 persen. Sementara, dengan rezim IUPK, Freeport hanya dikenakan PPh 25 persen.

Namun, Said Didu mengatakan, perubahan rezim KK ke IUPK harus tidak menurunkan penerimaan negara. “Caranya bisa macam-macam. Bisa kenaikan royalti atau lainnya. Intinya, perubahan KK menjadi IUPK tidak menurunkan penerimaan negara,” tukasnya.

Menurut dia, penerimaan negara akibat percepatan IUPK sebelum 2019 tersebut, tidak boleh lebih rendah dibandingkan kalau diterapkan setelah 2021. Said menambahkan, opsi percepatan IUPK bisa menjadi solusi ketiadaan kepastian sampai 2019. “Kalau tunggu sampai 2019, maka tidak ada kepastian investasi dan operasi bisa stagnan. Masa tidur sampai 2019,” tuturnya.

Sementara, lanjutnya, kalau ada kepastian, maka di Papua bisa dibangun pabrik pemurnian, pupuk, semen, dan industri lainnya. Said juga mengatakan, pada saat pembahasan UU Minerba, rezim KK tidak langsung diubah menjadi IUPK dan diambil jalan tengah penghormatan kontrak sampai habis masanya.

“Rezim IUPK juga memberikan keuntungan bagi negara karena status hukum berbentuk izin yang lebih lemah dibandingkan kontrak,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pemerintah tengah mengkaji agar ada kepastian kelanjutan operasi Freeport setelah 2021. Pemerintah, lanjutnya, ingin Freeport memberikan manfaat lebih besar kepada Negara dan Papua setelah perpanjangan. “Keputusan kelanjutan operasi menjadi sulit karena hanya bisa dilakukan 2019. Karena itu, akan dicari jalan lain apakah mulai menggunakan rezim IUPK (izin usaha pertambangan khusus),” katanya.

Menurut Sudirman, pihaknya akan menyerahkan rekomendasi Freeport kepada Presiden Joko Widodo pada April 2015.

Artikel ini ditulis oleh: