Jakarta, Aktual.co — Ekonom dari Universitas Katolik Widaya Mandira (Unwira) Kupang Dr Thomas Ola Langoday mengatakan Bank Indonesia perlu melakukan intervensi guna mengendalikan tingginya permintaan dolar AS yang menjadi pemicu terjadinya pelemahan nilai mata uang rupiah.

“Fluktuasi harga barang di pasar terjadi karena adanya ‘supply and demand’, sementara dalam konteks nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, demand dolarnya lebih besar dari pada supply, sehingga perlu adanya intervensi dari BI sebagai bank sentral,” katanya di Kupang, Kamis (19/3)

Dekan Fakultas Eknomi Unwira Kupang mengatakan hal tersebut ketika ditanya soal solusi efektif yang perlu dilakukan pemerintah dalam menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS yang hingga saat ini masih bertengger di posisi Rp13.000 lebih.

Langoday mengatakan nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta, Kamis pagi, bergerak menguat sebesar 116 poin menjadi Rp13.039 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.155 per dolar AS.

Dolar AS jatuh setelah Bank Sentral AS (The Fed) memberikan sinyal belum akan menaikkan suku bunga lebih cepat, sehingga memberikan momentum bagi mata uang utama dunia, termasuk rupiah bergerak menguat.

Menurut Langoday, intervensi yang dilakukan oleh BI sebagai topangan bagi mata uang rupiah untuk bergerak melanjutkan penguatan lebih tinggi terhadap dolar AS. Dengan demikian, tambahnya, rupiah yang jauh dari nilai fundamentalnya kembali menikmati momentum penguatan.

Selain intervensi berupa membatasi masuknya dolar AS ke pasaran, BI juga harus memperkuat cadangan devisa untuk mencegah permainan para spekulan di pasar valuta asing yang memanfaatkan kondisi pelemahan terhadap nilai tukar rupiah. “Spekulan di pasar modal Indonesia masih cukup banyak sehingga mempengaruhi kondisi bursa jangka pendek,” katanya.

Selain aksi dari BI untuk melakukan intervensi, pemerintah harus memiliki cadangan devisa khususnya dolar, sehingga saat terjadi depresiasi, bisa dengan mudah mengantisipasinya. Menurut dia, nilai kurs rupiah terhadap dolar AS bisa diturunkan sampai posisi Rp10.500 per dolar, jika ada cadangan devisa dolar yang mencapai miliara untuk melakukan operasi pasar.

Pertanyaannya, apakah pemerintah memiliki cadangan sebesar itu, seperti Yuan (mata uang Tiongkok) yang kembali stabil hanya karena cadangan devisa dolar mereka sangat banyak dengan dukungan produk ekspor global mereka yang merajai dunia saat ini. Itu artinya, kata Langoday, produk industri mereka memiliki keunggulan bersaing sangat tinggi di dunia.

“Jangan salahkan faktor pasar atau resiko sistematis untuk pelemahan rupiah saat ini, tapi salahkan faktor resiko unik atau resiko faktor fundamental ekonomi kita yang tidak berorientasi ekspor,” ujarnya.

“Coba anda bayangkan, dulu kita impor barang-barang mewah. Tapi sekarang kita impor bahan-bahan pokok. Ketika dolar AS naik masyarakat bawah yang paling merasakan dampaknya,” katanya menambahkan.

Ia mengatakan pelemahan rupiah menyebabkan kesenjangan semakin melebar, karena biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akan bertambah meningkat. “Karena itu, intervensi dari BI sangat diperlukan untuk menguatkan nilai rupiah terhadap dolar AS, sekaligus untuk mengembalikan kepercayaan pasar terhadap mata uang rupiah,” demikian Thomas Ola Langoday.

Artikel ini ditulis oleh: