Jakarta, Aktual.co — Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris menilai, Undang-undang tentang terorisme di Indonesia masih terlalu lemah dan harus diperkuat.
“Fakta dilapangan dengan UU sangat jauh sekali, sehingga perlu diperkuat lagi,” kata Irfan di Jakarta, Kamis (19/3). Dia pun mengaku akan mengusulkan revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menanggulangi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
“Kongkretnya, kita mungkin mengusulkan ada revisi Undang-Undang Antiteror. Mungkin bisa memperluas pemahaman tentang makar.”
“Kalau kita lihat dari aspek kebebasan dalam mengekspresikan aspirasi, boleh-boleh saja asal tidak berbenturan dengan hukum,” ujar Irfan.
Selain itu, dia juga mencontohkan, ketika ada warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS di Timur Tengah, BNPT tetap tidak bisa menindak mereka ketika kembali ke Indonesia.
Walaupun BNPT menyadari bahaya yang dibawa, tetap saja tidak ada instrumen yang dapat digunakan untuk menindak mereka secara hukum.
Dalam kesempatan terpisah, Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti juga menyatakan hal senada. “Kita tidak punya instrumen penegakan hukum anggota ISIS yang belum melakukan pelanggaran hukum,” ujarnya.
Namun, dia memastikan, anggota ISIS yang sudah terbukti melakukan pelanggaran hukum akan ditindak sesuai dengan Undang-undang.
Untuk mengantisipasinya, menurut Badrodin, Polri tidak bisa berdiri sendiri. “Ini kan satu problem, bukan hanya dilakukan oleh pihak kepolisian tapi oleh instansi lainnya.”
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















