Jakarta, (28/4) Aktual.com- Sangat tidak mudah mengendalikan terus bertambahnya sampah di kota-kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta.

Upaya terprogram untuk mengurangi timbunan sampah di berbagai kota tak juga menghasilkan angka penurunan secara signifikan. Yang ada justru sebaliknya.

Yakni, semakin kota berkembang, semakin menarik minat urbanisasi bagi orang-orang di daerah. Karena itu, kota akan selalu makin padat.

Kepadatan memicu timbulnya sampah sisa beragam aktivitas. Semakin banyak aktivitas semakin banyak timbunan sampah.

Kini di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), makin sedikit aktivitas yang bisa dilakukan warga di DKI Jakarta berdampak positif terhadap berkurangnya sampah. Dalam situasi normal, sungguh tidak mudah menekan produksi sampah.

Artinya, semakin bebas aktivitas dilakukan saat situasi normal, semakin banyak sampah dihasilkan. Semakin sedikit aktivitas, semakin sedikit pula sampah dihasilkan.

Di semua kota administrasi dan kabupaten di Provinsi DKI Jakarta berkurangnya timbunan sampah mulai terjadi sejak 14 Maret 2020.

Saat itu mulai dilakukan pembatasan-pembatasan aktivitas masyarakat untuk menekan wabah virus corona jenis baru (COVID-19).

Pembatasan yang dilakukan meliputi penutupan tempat-tempat wisata, pengurangan frekuensi kendaraan umum massal yang dikelola BUMD dan bekerja dari rumah. Selain itu keharusan warga menjaga jarak sosial, penutupan tempat-tempat ibadah dan melarang kerumunan.

Aturan itu berlanjut ke penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta sesuai UU Kekarantinaan pada 10-23 April.

Penerapan PSBB tersebut berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang PSBB yang diterbitkan Gubernur Anies Baswedan sebagai upaya penanggulangan penyebaran wabah virus corona.

Atas dasar evaluasi bahwa target kurang tercapai pada tahap pertama, PSBB diperpanjang 28 hari dari 24 April hingga 22 Mei 2020. Salah satu tolok ukur keberhasilan PSBB adalah pengendalian penyebaran virus itu.

Ternyata dua pekan pertama (10-23/4) PSBB belum mampu menekan angka korban terjangkit virus corona. Artinya, masih banyak penularan yang bersumber dari pergerakan atau mobilitas warga.

Karena itu, pergerakan warga harus terus dikurangi. Dengan fokus bekerja
dan diam di rumah saja.

Pengurangan aktivitas warga dan pemberlakuan pembatasan itu secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya sampah dalam jumlah sangat signifikan. Jelas sekali berkurangnya, paling tidak sampah dari perkantoran, fasilitas umum dan tempat wisata.

Mari simak penjelasan Suku Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta Utara. Selama diberlakukan PSBB, ada penurunan volume sampah sehari-hari.

Kepala Suku Dinas LH Jakarta Utara, Achmad Hariadi menyatakan, penurunan volume itu tampak dari tidak adanya penumpukan di setiap depo sampah, baik sampah reguler maupun pasar.

Tercatat rata-rata volume sampah di Jakarta Utara sejak diberlakukan PSBB, Jumat (10/4) hingga Senin (13/4) sebanyak 1.064 ton per hari. Sementara data pada Februari 2020, rata-rata volume sampah di Jakarta Utara mencapai 1.467 ton per hari.

Dengan berkurang sampah selama penerapan PSBB, maka depo sampah lebih terkendali karena memang pasokan sampah dari masyarakat berkurang.

Pola pengangkutan sampah dari depo ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat pun diubah.

Jika sebelumnya menerapkan pola pengangkutan sampah di depo menggunakan alat berat ke truk, kini sampah langsung diangkut ke truk dari gerobak sampah yang berasal dari lingkungan masyarakat.

Karena itu, setiap Kasatpel (Kepala Satuan Pelaksana) Kecamatan untuk mengatur operasional petugas gerobak sampah yang masuk ke depo. Disesuaikan dengan jadwal datangnya truk sampah yang akan mengangkut ke TPST Bantar Gebang.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu juga mencatat penurunan volume sampah selama pemberlakuan PSBB. Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Seribu Djoko Rianto Budi Hartono membenarkan hal itu.

Timbunan sampah sebelum pandemi COVID-19 sebanyak 777,82 ton dan setelah pandemi menurun menjadi 359,85 ton. Artinya terjadi penurunan hingga 46,26 persen.

Sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga. Sebagai wilayah kepulauan, sampah-sampah itu juga kiriman melalui arus laut saat musim tertentu selama Maret hingga April 2020.

Meski ada penurunan timbunan sampah hingga rata-rata hampir 50 persen, saat ini tetap dioperasikan kapal pengangkut sampah seperti biasa. Namun, dari 24 kapal, hanya 18 yang melayani pengangkutan sampah di pulau-pulau permukiman dan penanganan sampah di Teluk Jakarta.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta juga mencatat terjadinya penurunan tonase sampah dari Jakarta menuju TPS Bantar Gebang.

Kepala DLH DKI Jakarta Andono Warih menyatakan penurunan itu disebabkan penerapan “work from home” (WFH) atau bekerja dari rumah atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dimulai 16 Maret 2020.

Jika dibandingkan dengan data rata-rata harian periode 1-15 Maret 2020 sebelum penerapan WFH dengan rata-rata tonase sampah 16-31 Maret 2020 setelah penerapan WFH.

Fakta itu menunjukkan bahwa penurunan aktivitas masyarakat berdampak juga terhadap berkurangnya timbunan sampah. Kebijakan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah membuat sampah berkurang terutama dari sumber komersial, seperti hotel, mal, restoran, perkantoran dan tempat wisata.

Untuk itu diimbau agar masyarakat lebih giat lagi melakukan pengurangan sampah, terlebih dengan kondisi seperti sekarang ini sebagian besar warga beraktivitas di rumah karena pandemi virus corona.

Ke depan, bila situasi sudah normal kembali, harapannya produksi sampah mampu ditekan di saat beragam aktivitas bisa dilakukan. Harapan itu untuk mengingatkan bahwa sampah juga berperan menyebabkan banjir di Ibu Kota.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin