Washington, Aktual.com – Para politisi Partai Demokrat di Kongres Amerika Serikat pada Sabtu mengumumkan penyelidikan terhadap manuver Presiden Donald Trump memecat pengawas internal Departemen Luar Negeri, seraya menuduh presiden mempertajam perseteruannya melawan setiap pengawasan terhadap pemerintahannya.
Trump mengumumkan pemecatan yang sudah direncanakan terhadap Inspektur Jenderal Steve Linick dalam satu surat kepada Ketua DPR Nancy Pelosi pada Jumat (17/5) malam, menjadikan Linick sebagai irjen pemerintah terakhir yang dipecat dalam beberapa pekan terakhir di bawah presiden dari Partai Republik.
Para politisi penting Partai Demokrat di Komisi Hubungan Luar Negeri DPR dan Senat mempersoalkan waktu dan motivasi pemecatan itu sebagai “pencopotan yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
“Kami pasti menentang pemecatan bermotif politik terhadap para irjen dan pengacak-acakan posisi-posisi genting yang dilakukan presiden,” ketua panel DPR Eliot Engel dan Senator Bob Menendez, politisi senior Demokrat pada panel Hubungan Luar Negeri Senate mengatakan dalam satu pernyataan pengumuman penyelidikan itu.
Dua anggota Demokrat itu mengatakan mereka mengetahui bahwa Menlu Mike Pompeo secara pribadi merekomendasikan pemecatan Linick karena irjen itu “telah menyelidiki penyimpangan yang dilakukan oleh Menlu Pompeo sendiri.”
Ditanya tentang penyelidikan itu, seorang pejabat Gedung Putih, yang tak mau membuka identitas diri, mengatakan: “Menlu Pompeo menganjurkan pemecatan itu dan Trump setuju.”
Jubir Deplu membenarkan bahwa Linick sudah dicopot tapi tak berkomentar tentang penyelidikan Demokrat atau peran Pompeo dalam pemecatan itu. Deplu mengatakan Stephen Akard, direktur Kantor Misi Luar Negeri, akan mengambil alih jabatan pengawas itu.
Linick, yang diangkat menduduki jabatannya pada 2013 oleh presiden Obama, merupakan irjen keempat yang dicopot Trump sejak awal April setelah Trump pada Februari bebas dari pemakzulan dalam sidang Senat yang dipimpin politisi Partai Republik.
Pelosi mengatakan pemecatan terhadap Linick itu merupakan akselerasi “pola balas dendam yang berbahaya.”
Reuters
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin