Jakarta, Aktual.co — Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung liberalisasi perdagangan, bahkan sejak era Orde Baru, Indonesia memiliki orientasi ekonomi yang bersifat liberal dan pro pasar. Hal ini tentunya dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika mengatakan salah satu dampak positif dari liberalisasi ekonomi yaitu peningkatan kinerja perdagangan. Tetapi, menurutnya harus diingat bahwa liberalisasi perdagangan tidak semulus yang dibayangkan, karena sebagian besar negara justru mengalami kerusakan ekonomi secara sistematis.
“Dampaknya ada exclusion process, ada pengucilan terhadap pelaku ekonomi tertentu yang dilempar akibat liberal itu,” ujar Erani di Jakarta, Rabu (18/3).
Lebih lanjut dikatakan dia, liberalisasi ekonomi dapat menimbulkan kesenjangan sosial jika tidak diatur dengan benar. Dia mencontohkan, pasar tradisional mengalami penurunan hingga minus 8 persen setiap tahunnya. “Pertumbuhan pasar modern dari 2007-2011 justru mengalami kenaikan hingga 8.000 jumlahnya,” kata dia.
Dia juga mengatakan bahwa hal yang wajar jika penaman modal asing (PMA) di Indonesia mencapai USD30 miliar setiap tahunnya. “Kita ngga punya nyali, Bank Indonesia (BI) paling intervensi berapa.”
Untuk itu, menurutnya perlu ada kebijakan fiskal yang bisa mengatasi liberalisasi di Indonesia, salah satunya dengan pajak progresif. Namun, kata dia, ketaatan pajak harus diperbaiki terlebih dahulu. “Untuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan yang bayar pajak hanya 14 persen, NPWP pribadi 35 persen. Kalau itu saja dinaikkan kita kejar 75 persen, tax ratio kita bisa pada level 14 persen,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















